BAB I
1.1
Latar Belakang
Administrasi
artinya adalah mengatur. Ilmu administrasi sebenarnya sudah dilaksanakan sejak
zaman Rasulullah SAW. Baik dalam administrasi pembangunan, Negara, niaga. Hukum
dan social. Pada zaman Rasulullah, ilmu administrasi belum sempurna benar.
Namun dasar-dasar administrasi yang ada pada zaman kini sudah ada pada zaman
Rasulullah dahulu. Seperti pembagian zakat, warisan, pencatatan hutang piutang,
pembagian sedekah kepada penduduk sekitar yang kurang mampu, itu sudah termasuk
dalam kegiatan administrasi. Sumber-sumbernya terdapat dalam Al-Quran, sunah
dan hadis.
Dalam
makalah ini menjelaskan apa hubungannya agama islam dalam ilmu administrasi,
bagaimana penerapannya, apa saja sumbernya, dan sebagainya. Isi dalam makalah
ini bertujuan untuk membantu menjelaskan tentang agama islam dalam ilmu
administrasi, yang sebenarnya administrasi itu sendiri sering terjadi di
sekitar kita.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1.
Bagaimana ilmu
administrasi pada zaman rasulullah?
2.
Penjelasan dari
Al-Qur’an ayat 282.
3.
Penjelasan
tentang pencatatan hutang piutang.
4.
Penjelasan
tentang zakat.
5.
Penjelasan
tentang hukum waris islam.
6.
Penjelasan
akuntansi islam.
1.3
Tujuan
Makalah ini berusaha untuk melahirkan
manfaat langsung bagi umat Islam bangsa Indonesia dan dunia pada umumnya melalui tinjauan langsung terhadap
sejarah kehidupan Nabi Muhammad dengan menganalisis buku-buku
terkait, sehingga diharapkan melahirkan
solusi terbaik terhadap umat Islam di zaman sekarang yang mengalami krisis jati
diri. Studi ini juga berusaha untuk menjawab
kebingungan umat mengenai administrasi dalam Islam. Dan yang terpenting adalah untuk memenuhi tugas Bahasa
Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Administrasi
Administrasi
berasal dari kata latin ‘administrare’ yang artinya mengurus. “Administrasi
adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok
manusia untuk mencapai tujuan tertentu”-(The Liang Gie)
Namun sebenarnya proses Administrasi sendiri sudah
dilaksanakan sejak zaman Rasulullah SAW. Baik dalam administrasi pembangunan,
Negara, niaga, hukum, dan social. Administrasi Dalam islam administrasi dikenal dengan
istilah al-idarah. Mengkaji mengenai pengertian atau istilah administrasi dalam
islam mengharuskan merujuk kepada beragam sumber. Utamanya yaitu Al-Qur’an
al-Karim dan tafsirnya; hadist dan syarahnya. Sumber-sumber tafsir banyak berperan
memberikan penjelasan terhadap isyarat- isyarat Al-Qur’an yang posisinya lebih
sebagai kaidah umum menyangkut tatanan masyarkat baru. Sebenarnya tidak ada
satu ayat Al-Qur’an pun yang dijumpai kata al-idarah. “idarah” atau
istilah admnistrasi dalam pandangan islam merupakan kata yang baru digunakan di
era modern. Oleh sebab itu, para pakar administrasi modern mendifinisikan (idarah)
dengan ungkapan: “Administrasi adalah sejumlah aktivitas praktis dengan
tujuan merealisasikan politik umum”
2.2
Administrasi Pada Zaman Rasulullah
Salah
satu sifat penting dari administrasi yang dilakukan Rasulullah SAW adalah
kesederhanaan dan kemudahan dalam menangani masalah-masalah administrative.
Kendati
rasulullah SAW adalah kepala masyarakat muslim dan perintahnya selalu dituruti oleh
para pengikutnya, namun demikian Rasulullah SAW tidak tidak meninggalkan
musyawarah dengan para sahabatnya. Untuk membantu memecahkan masalah para
sahabatnya, baik dalam bidang agama, politik, ataupun administrasi, ia memiliki
wuzara dan para mentri disamping juga sekretaris dan penulis resmi guna
menangani surat-surat dari penguasa asing. Rasul memang belum memiliki
departemen keuangan yang mengurusi pendapatan dan pembelanjaan. Selain zakat,
sedekah, dan jizyah, sumber pendapatan lainnya adalah kharaj, fay, ghanimah.
Rasul tidak mempunyai departemen pertahanan dan keamanan khusus. Seluruh
masalah yang berkaitan dengan recruitment, pengadaan senjata, perlengkapan dan
lain-lain ditangani sendiri oleh Rasulullah SAW. Ringkasnya walau sudah memadai
untuk masa tersebut, namun administrasi yang dilakukan Rasulullah SAW belum lah
sempurna. Administrasi semacam itu ditegakan semata-mata atas dasar syariah.
Akhirnya Rasulullah SAW, memang telah meninggalkan warisan yang amat berharga
dalam teori umum dan praktek pemerintahan dan administrasi. Diantara petunjuk
dan ucapannya selalu terkandung unsure-unsur kebenaran, keadilan, dan efisiensi
sebagai sifat seorang administrator.
2.3 Klasifikasi
Sistem Administrasi
1.
Dalam penerapan sistem administrasi ada beberapa syarat
yang harus dipenuhi yang di antaranya:
·
Keabsahannya diakui secara de facto
dan de jure;
·
Berdaulat penuh ke dalam luar serta
menguasai wilayah tertentu;
·
Punya wewenang untuk mencapai
tujuan;
·
Melaksanakan wewenang berdasarkan;
·
Pemerintahan diselenggarakan
berdasarkan asas-asas demokrasi.
2.
Di samping itu ada juga yang harus dipenuhi seperti :
Ada pembagian kekuasaan (division of power) diantara pranata
administrasi, seperti :
·
Lembaga Legislatif;
·
Lembaga Yudikatif;
·
Lembaga Eksekutif;
·
Lembaga Penasihat;
·
Lembaga
Audit.
3.
Ada Juga Prinsip-prinsip yang dilaksanakan seperti:
·
Pembagian tugas;
·
Wewenang dan tanggungjawab ;
·
Disiplin kerja ;
·
Kesatuan komando;
·
Kesatuan arah ;
·
Menempatkan kepentingan pribadi di
bawah kepentingan umum;
·
Imbalan;
·
Pola sentralisasi dan desentralisasi
;
·
Rentang kendali ;
·
Keteraturan (teknis dan) ;
·
Perlakuan yang adil ;
·
Stabilitas kekaryaan ;
·
Prakarsa ;
·
Jiwa
korsa.
4.
Terdapat fungsi
yang dilaksanakan, seperti:
1)
FUNGSI PENGATURAN
·
Dikaitkan dengan hakikat modern.
·
Dikaitkan dengan fungsi pemerintahan
egisl sebagai “pemelihara” (system maintenance).
·
Salah bentuk pengaturan yang
dilakukan adalah perizinan.
2)
FUNGSI PELAYANAN
·
Dikaitkan dengan hakekat sebagai
kesejahteraan (welfare state).
·
Wujud nyata fungsi ini adalah
berbagai bentuk layanan (pendidikan, kesehatan, dan sebagainya).
·
Konsep pelayanan juga mencakup
kemudahan akses dalam berhubungan dengan aparatur pemerintah untuk urusan
tertentu dalam bentuk layanan yang ramah, cepat dan akurat.
5.
Adanya paradigma yang di bangun seperti:
·
Berorientasi pada pelayanan;
·
Netralitas ;
·
Orientasi kerja pada tercapainya
tujuan ;
·
Loyalitas ;
·
Kejujuran ;
·
Stabilisator ;
·
Dinamisator ;
·
Katalisator ;
·
Modernisator ;
·
Kepeloporan ;
·
Keteladanan ;
·
Sikap adil ;
·
Sikap antisipatif dan proaktif.
2.4 Penerapan Sitem Administrasi Islam
Dari apa yang dibahas dalam teori administasi secara
umum, maka dapat di analisis pada dasarnya hampir sama dengan penerapan sistem
administrasi islam, dengan mengkaji dan meneliti kehidupan Nabi Muhammad dan
para sahabatnya dapat kita dapati sebuah keteraturan sistem.
Administrasi
dalam Islam bermula dari kegiatan
kepenulisan. Bangsa Arab pada masa pra Islam memang dikenal sebagai bangsa
dengan tingkat barbar yang sangat tinggi. Masa pra Islam memang dikenal dengan
masa jahiliyah, atau zaman kebodohan. Bodoh karena perkara baca tulis di
masyarakat kala itu masih terbilang minoritas. Kecakapan dalam baca tulis
terbilang sangat istimewa, seperti yang dikatakan Ibnu Sa’ad, “orang yang
sempurna menurut mereka (masyarakat Arab pra Islam) pada masa Jahiliyah dan
permulaan Islam adalah orang yang mampu menulis Arab, piawai dalam berenang dan
ahli dalam memanah.” Ya, kecakapan baca tulis seolah tidak diperlukan pada masa
itu, seperti yang diprediksikan Prof. Azami. Bahkan Rasulullah Saw sendiri termasuk nabi yang ummi, atau tidak menguasai
kecakapan baca tulis.
Sahabat
Nabi yang hidup dengan sezaman bersama Nabi pada masa sebelum Nabi hijrah ke Madinah, mereka kesulitan mengekspresikan diri secara lisan dan perbuatan
bahkan mendapat perlakuan yang kurang baik dari masyarakat Mekkah, para sahabat menyadari
apa yang di ucapkan dan diperbuat oleh mereka kini telah berbeda dengan
masyarakat Mekkah pada umumnya, sehingga hal inilah yanh menyebabkan kekesalan masyarat
terhadap para sahabat yang di anggap telah menyimpang dari tradisi nenek moyang
mereka yang di junjung tinggi jauh sebelum Nabi dilahirkan.
Sehingga untuk penerapan sistem administrasi pada masa
ini belum dapat diterapkan sebagaimana mestinya, akibat belum adanya sistem
yang di jalankan dengan baik, para sahabat Nabi mendapatkan berbagai macam
cobaan baik intimidasi seperti ancaman, caci maki, penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan
oleh pembesar-pembesar Mekkah. Bahkan Nabi sendiri pun tak luput dari berbagai
macam intimadasi dan teror. Pembesar-pembesar Mekkah mereka tidak akan pernah
merasa nyaman sebelum Nabi menghentikan syi’ar islam pada masyarakat Mekkah.
Berkat kesabaran dan keteguhan hati Nabi, beliau tidak akan menghentikan syiar
islam ini sampai tegak setinggi-tingginya. Dampak dari keteguhan ini, para
pembesar Mekkah merencanakan pembunuhan atas diri Nabi dengan adanya musyawarah
yang dilakukan di Darun Nadwah (DPR).
Meskipun terjadi berbagai macam terhadap para sahabat dan atas Nabi sendiri, beliau tetap
menjalankan administrasinya di Mekkah di sebuah tempat yang bernama Darul Arqom. Tempat inilah yang di
jadikan Nabi dan para sahabatnya untuk berkumpul secara rahasia guna
membicarakan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam menghadapi berbagai macam
initimidasi. Berdasarkan musyawarah yang dilakukan, maka atas bimbingan wahyu
dari Allah, akhirnya hijrah menjadi
jalan yang ditempuh guna menghindari berbagai macam intimidasi.
Hijrah yang dilakukan pertama kali atas anjuran Allah
melaui Rasul-Nya adalah ke negeri Habasyah (sekarang
Eutopia) karana di negara ini terdapat penguasa yang adil dimana dalam
memerintah rakyatnya dengan tidak membedakan berbagai macam perbedaan termasuk
perbedaan agama. Para sahabat meninggalkan Mekkah dengan sembunyi-sembunyi
dimana mereka pergi di tengah malam yang gelap gulita. Dan hijrah yang kedua
dilakukan ke negeri Madinah, dimana hal inilah yang menjadi tonggak diterapkan
sistem administrasi secara komprehensif dengan adanya piagam Madinah yang
merupakan undang-undang dasar yang di buat oleh Nabi Atas kesepakatan penduduk
Madinah yang terdiri atas tiga kelompok, pertama kaum Ansar, yaitu mereka
penduduk asli madinah terdiri dari dua suku yang kuat seperti suku Aus dan
Khaz’ah, kedua suku ini sebelum hijrahnya Nabi dan para sahabatnya ke Madinah
selalu mengadakan kontak senjata/perang saudara yang di sebabkan
kesalahpahaman, namun setelah hijrahnya Nabi dan para sahabat ke Madinah,
kelompok (kaum Ansar) ini dapat di satukan dan dengam damai atas diplomasi yang
dilakukan oleh Nabi, sehingga kaum Ansar ini menjadi pendukung yang loyalis dan
kuat serta mereka berani mengorbankan darah mereka untuk membela dan melindungi
Nabi dalam menegakkan syiar islam. Kelompok kedua adalah kaum Yahudi yang
menetap lama di Madinah, bahkan kaum ini adalah kaum yang menghambat syiar
islam dan kelompok yang ketiga adalah kaum muhajirin yaitu mereka yang
berhijrah dari Mekkah ke Madinah bersama Nabi.
Setelah Islam
memasuki fase hijrah, atau kepindahan Rasulullah Saw dari Makkah ke Madinah
karena banyaknya tekanan dari masyarakat Makkah sekaligus perintah Allah
Subhanahuwata’ala, penekanan terhadap aktivitas baca tulis mulai menggeliat di
kalangan muslimin pada masa itu, utamanya para shahabiyah. Seperti yang kita
baca di beberapa sirah nabawiyah, Rasulullah Saw pun membangun suatu
pemerintahan dengan pusatnya di Madinah. Suatu pemerintahan yang berlandaskan
syari’at Islam ini tentunya membutuhkan penopang yang kuat. Sistem administrasi
yang jelas dan rapi tentu menjadi salah satu pilar penyangga yang kuat.
Penekanan pendidikan Rasulullah Saw pada aktivitas baca tulis kemudian
membuahkan sistem administrasi yang memang dibutuhkan negara yang baru dibentuk
tersebut. Pada masa itu pula, lahirlah arsip pertama dalam tata pemerintahan
Islam, yaitu perjanjian yang kemudian kita kenal dengan Piagam Madinah.
Di masa
Rasululah Saw belum pernah di bentuk secara khusus sistem administrasi negara
bagi departeman dan diwan tersebut
dengan ketentuan secara khusus, akan tetapi beliau hanya mengangkat para “katib” pencatat, untuk setiap departemen
tersebut, di mana mereka layaknya pejabat yang mengepalai suatu jabatan
tertentu sekaligus pencatatnya. Orang yang mula-mula membuat diwan dalam Islam adalah Umar bin
Khathab ra. Adapun yang menyebabkan beliau membuat diwan adalah, ketika beliau mengutus utusan dengan membawa “hurmuzan”, lalu orang itu berkata
kepada Umar: “Ini adalah utusan yang keluarganya telah engkau beri bagian
harta. Bagaimana kalau salah seorang di antara mereka ada yang terlupakan, dan
dia tetap menahan dirinya, lalu dari mana bawahanmu biasa mengetahuinya? Maka
buatlah diwan untuk mengurusi
mereka.” Maka Umar bertanya kepadanya tentang diwan tersebut, kemudian dia menjelaskanya kepada Umar.
Abid bin Yahya
meriwayatkan dari Harits bin Nufail, bahwa Umar ra. Meminta pendapat kaum
muslimin untuk membuat diwan, lalu
Ali bin Abi Thalib ra. Berkata: “Engkau bagi saja harta yang telah terkumpul
padamu, tiap tahun sekali. Dan jangan sedikitpun engkau menyimpannya.” Lalu
Utsman ra. Menyampaikan usul: “Aku melihat orang-orang mempunyai harta yang
banyak sekali. Kalau tidak pernah hitung, hingga tidak tahu mana yang sudah
dipungut dan mana yang belum, aku khawatir masalah ini akan merebak.” Kemudian
Al Walid bin Hisyam mengusulkan: “Aku pernah berada di Syam, lalu aku melihat
raja-raja di sana membuat diwan, dan
mengatur para prajuritnya (dengan diwan
tersebut). Maka, buatlah diwan dan
aturlah prajurit tersebut (seperti mereka).” Umar akhirnya mengambil usulan
Walid tersebut. Lalu beliau memangil Uqail bin Abi Thalib, Mukhrimah bin
Naufal, Jubair bin Muth’im, yang mana mereka adalah pemuda-pemuda keturunan
Quraisy. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka: “Catatlah semua orang itu
menurut tempat tinggal mereka.” Setelah Islam mulai merambah dan mulai nampak
di Iraq, maka diwanul istifaa’
(Instansi penguimpul harta Fai’i) dan instansi pengumpul harta mulai berjalan
seperti praktik yang terjadi sebelumnya di sana. Diwan Syam mempergunakan gaya Romawi, sedangkan diwan Iraq menggunakan gaya Persia.
Penerapan sitem
administrasi islam yang ditinjau
dari kitab Sirah Nabawiah
(Perjalanan Rasulullah dalam menjalankan Risalah Kenabian), penerapan administrasi islam dapat dikelompokan menjadi beberapa
kelompok, yang diantaranya:
a)Sistem Administrasi Negara;
Siatem administrasi ini mencangkup
ke dalam beberapa bagian yang terdiri dari, sebagai berikut:
·
Administrasi di berbagai negeri dan
pembagian wilayah
·
Administrasi keagamaan
·
Kesekretariatan dan sekretaris
·
dan Administrasi hubungan umum
(diplomasi islam).
Berkenaan dengan administrasi di berbagai negeri dan
pembagian wilayah, dasar-dasar umum administrasi di berbagai negeri dapat
dikembalikan pada saat setelah penaklukan kota Mekkah
(tahun 8 hijriah), di mana Negara Islam mengalami perluasan secara
gradual ke berbagai wilayak sekitarnya, hinnga akhirnya mencangkup seluruh
wilayah kota Mekkah, kemudian Hijaz, dan kemudian Jazirah Arab. Rasulullah saw. Memegang kepemimpinan umum dalam semua urusan
agama dan dunia. Kekuasaan administrasinya mencangkup semua wilayah, dalam
hak-hak yang berkaitan dengan penentuan tujuan dan perencanaan
politik umum. Dalam mengatur administrasi, Rasulullah saw dibantu oleh para
sahabat-sahabat pilihan yang telah terbukti memiliki kemampuan dan kecerdasan
serta tajam analisisnya. Mereka dipilih dari sahabat-sahabat yang temasuk awal
masuk islam dan sahabat-sahabat yang memiliki pengaruh dan kekuatan di tengah
kaumnya.
Berkenaan dengan administrasi keagamaan, pengaturan tentang
urusan shalat pada masa Rasulullah saw. Menempati pada anak tangga prioritas
paling tinggi; dimana mencangkup pemilihan para imam shalat dan
muadzin, menjaga waktu shalat dan pelaksanaannya, serta masjid, adab-adabnya
dan kebersihannya. Nabi saw. Menjadi imam shalat di Madinah. Adapun ketika
beliau sakit berat, beliau memerintahkan Abu Bakar agar menjadi imam shalat.
Beliau bersabda:
“Perintahlah Abu Bakar, hendaknya dia menjadi imam shalat
orang-orang itu.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Kendati Aisyah
berupaya mengalihkan perhatian itu dari ayahnya, karena suaranya yang rendah
dan hatinya yang lembut. Akan tetapi Nabi saw. Berusaha keras meminta Abu
Bakar.
Adapun berkenaan dengan administrasi kesekretariatan dan
sekretaris, bangsa Arab pada masa jahiliyah telah mengenal tulis-menulis.
Mereka menggolongkannya sebagai salah satu yang laki-laki dapat dianggap
sebagai bagian orang-orang yang sempurna. Ibnu Sa’ad (w 230 H) menuturkan hal
ini dengan ungkapannya; “Orang sempurna, menurut mereka pada masa jahiliyah dan pada masa awal islam, adalah orang yang
dikenal mampu menulis dengan bahasa Arab, ahli berenang dan memanah”. Ketika
islam, Nabi saw. Mulai mengatur urusan pemerintahan yang baru didirikan di
Madinah. Dalam melaksanakan tugas ini, beliau bersama-sama sejumlah sahabat
yang mempunyai keahlian membaca dan menulis. Lalu beliau membagi para ahli itu
menjadi beberapa bagian khusus. Adapun yang khusus mencatat dan membukukan
wahyu yang paling terkenal adalah Zaid bin Tsabit (w 56 H) menjadi juru tulis
wahyu sepanjang Rasulullahn saw.
Sadangkan administrasi hubungan internasional (diplomasi
islam) sejak sebelum islam, telah dikenal oleh masyarakat Mekkah dengan kata sifarah
(kedutaan). Bidang ini dulu dijabat oleh Bani Adi. Dan diantaranya yang
pernah menjabat kedudukan ini adalah Umar bin Khathathab (w 23 H). Adapun kata diplomasiyyah belum dikenal pada masa awal islam. Artinya, kata tersebut
kata-kata tersebut masuk ke dalam kamus-kamus bahas Arab pada masa belakangan.
Pada masa pemerintahan Rasulullah saw. Digunakan beberapa
istilah, yaitu as-sifarah, ar-Rasul, dan al-Barid. Hubungan yang
dilakukan oleh Rasulullah saw. Mulanya hanya terbatas pada aspek negoisasi
individual, mengirim surat, dan mendelegasikan utusan kepada suku-suku dan para
raja untuk memperkenalkan dan menyerukan islam kepadanya. Atas dasar ini,
jabatan sifarah (diplomasi) adalah sebuah jabatan
yang sangat penting yang mendapat
perhatian besar dari negara.
b)
Administrasi Dalam Bidang Keuangan
Negara;
Administrasi
Dalam Bidang Keuangan Negara dalam pemerintahan Rasulullah saw. Secara garis
besar terpacu ke dalam masalah sumber-sumber pendapatan. Berkenaan dengan
sumber-sumber pendapatan , sejak berdirinya Negara Islam di Madinah, harta
benda mulai mengalir kepangkuan kaum muslimin, berkat kemenangan telak yang
diperoleh dalam banyak medan pertempuran. Selain itu dalam islam telah di
terapkannya konsep mewajibkan atas rakyat Negara Islam untuk pembayaran
sejumlah harta yang dalam keseluruhannya membentuk
sumber pendapatan . Selain itu ada juga ghanimah dan fay,
dua sumber pendapatan yang paling luas dimana ini merupakan harta hasil
rampasan memerangi kaum kafir.
c)Administarasi Bidang Militer;
Administrasi bidang militer ini
dalam konsep peperangan dalam islam, mencangkup ke dalam beberapa bagian yang
terdiri dari:
·
Pengadaan senjata dam pembiayaan
tentara
·
Layanan bantuan tentara
·
Kepemimpinan
·
Strategi dan teknik pertempuran
Berkenaan pengadaan senjata dan pembiayaan tentara, pada
masa awal islam, seorang tentara harus mengadakan sendiri semua kebutuhan,
untuk jihad; sepeti membeli seekor unta, atau kuda, membeli senjata dan membawa
semua pembekalan yang dibutuhkan ketika berangkat berjihad.
Untuk layanan bantuan tentara bagi tentara merupakan tugas
penting dalam administrasi Nabawi, agar tentara dapat menjalankan tugas mereka
seoptimal mungkin. Nabi telah memanfaatkan layanan ini dengan sebuah dan
efektifitas tingkat tinggi. Nabi saw. Selalu memanfaatkan para petunjuk jalan
untuk mendapatkan berbagai informasi penting tentang tabiat satu negeri yang
akan menjadi sasaran peparangan. Sedangkan berkenan dengan masalah
kepemimpinan, biasanya Nabi saw. Sendiri yang memimpin pasukan. Tidak jarang
beliau mengangkat salah seorang sahabat. Dari beberapa sumber menyebutkan nama
seseorang yang menduduki jabatan ini sebagai Amir.
Kemudian berkenaan administrasi bidang militer masalah
strategi dan teknik pertempuran, bukan
hanya menjadi tanggung jawab seorang Amir yang merancang strategi. Sebaliknya,
sebuah strategi ditentapakan setelah melalui musyawarah dengan pasukan atau
sebagian mereka. Pada perang Badar dan Uhud, Rasulullah saw bermusyawarah
dengan para sahabatnya. Juga pada perang khandak (tahun 5 H); beliau
bermusyawarah dengan para sahabatnya tentang strategi yang harus di ambil.
d)
Administrasi Bidang Peradilan.
Pada masa jahiliyah belum ada peradilan yang jelas, namun
ketika islam, Allah memerintahkan Rasulullah saw. Agar memutus di tengah-tengah
manusia dengan hukum yang diturunkan oleh Allah swt. (al-Qur’an), baik dalam
urusan agama maupun dunia. Sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka
menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu
mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak
memailingkan kamu dari sebagian apa yang telah Allah turunkan kepadamu. Jika
berpaling (dari egis yang telah Allah turunkan), maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpkan musibah kepada mereka disebabkan
sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah
orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Maidah 49)
Dari ayat di atas Nabi saw., mewujudkan kekuasaan
peradilan. Dan semenjak dari itu, pilar-pilar peradilan baru bagi Negara Islam
mulai dirumuskan. Rasulullah saw, bertindak sebagai pembuat, hakim (qadhi) dan
sekaligus pelaksana. Dengan demikian Nabi saw., memegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
2.5
Penjelasan Surah AL-baqarah 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.
Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya
dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya. Jika orang yang
berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri
tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki
di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan
dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa
maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis
hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang
demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan
persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah
mu‟amalahmu itu), kecuali jika mu‟amalah itu perdagangan tunai yang kamu
jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada
Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Ayat ini menjelaskan supaya
perjanjian-perjanjian yang diperbuat dengan persetujuan kedua belah pihak
itu dituliskan dengan terang oleh penulis yang pandai dan bertanggung jawab.
Dan ini adalah syarat-syarat dalam memulai suatu perjanjian:
1.
Perlunya Surat
Perjanjian.
Dalam
sebuah perjanjian atau hutang-piutang kita sangat memerlukan Surat Perjanjian.
Bukan karena kita saling mempercayai, lalu berkata tidak perlu dituliskan
diatas kertas, padahal umur kedua belah pihak sama-sama ditangan Allah kita
sebagai hambanya tidak pernah tau kapan ajal menjemput, dengan melalui Surat
perjanjian maka kita akan bisa menunjukkan utang-piutang kepada ahli waris.
2.
Perlunya
Seorang Penulis
“Hendaklah
menulis diantara kamu seorang penulis yang adil” Penulis yang tidak
berpihak-pihak, yang mengetahui apa yang diminta untuk dicatat oleh kedua belah
pihak denagn janji yang selangkap-lengkapnya. Kalau hutang uang kontan,
hendaknya sebutkan dengan jelas berapa jumlah uangnya, kalau memakai agunan
hendaklah tuliskan dengan jelas apa-apa barang yang digunakan itu.
3.
Penulis harus
adil.
“
Dan hendaklah kamu adakan dua saksi dari dua laki-laki kamu” penjelasanya kita
harus menghadirkan dua saksi laki-laki pada saat kita menulis Surat Perjanjian,
tetapi jika tidak ada dua laki-laki, maka (bolehlah) seorang laki-laki dan
seorang perempuan.” Meskipun tidak dijelaskan dua saksi tersebut
harus adil tentulah dapat difahamkan bahwa seorang wali haruslah adil dan
menar-benar mengetahui dan menyaksikan perkara yang telah dituliskan itu.
4.
Menghadirkan
dua saksi dalam perjanjian.
“Dan
janganlah enggan seorang penulis, menuliskan sebagai yang telah diajarkan akan
dia oleh Allah” Kata-kata diatas menunjukkan pula bahwa sipenulis itu
jangan semata-mata pandai menulis saja, selain dari adil hendaknya dia mematuhi
peraturan-peraturan Allah yang berkenaan dengan urusan utang-piutang.
Misalnya tidak boleh ada riba tetapi sangat dianjurkan ada qordhan hasanah,
yaitu ganti kerugian yang layak.
5.
Penjualan
Tunai tak Perlu ditulis.
“ Kecuali
penjualan tunai yang kamu adakan diantara kamu, maka tidaklah mengapa tidak
kamu tuliskan” Sebab sudah timpang terima berhadapan, maka jika tidak
dituliskan tidak apa-apa.
6.
Jangan sampai
dari kedua belah pihak ada yang dirugikan didalam perjanjian.
“
Dan hendaklah kamu mengadakan saksi jika kamu berjual beli” Penggalan ayat
di atas untuk menjaga jangan sampai setelah akad jual-beli, ada diantara kedua
belah pihak yang merasa dirugikan
2.6 Hukum
Warisan
A.
Pengertian Hukum Waris
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta
seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti
keluarga dan masyarakat yang lebih berhak. Hukum Waris Islam adalah suatu hukum
yang mengatur pembagian harta
peninggalan seseorang yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis.
B.
Dasar Hukum Waris
1.
Al-qur,an
a.
QS An Nisa ayat 1 menegaskan tentang
kuatnya hubungan kerabat karena pertalian darah.
b.
QS An Nisa ayat 7 memberi ketentuan
bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama berhak atas warisan orang tuanya dan
kerabatnya.
c.
QS An Nisa ayat 8 memerintahkan agar
kepada sanak kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin yang hadir
menyaksikan pembagian harta warisan, diberi jumlah harta sekedar untuk dapat
mengikuti menikmati harta warisan yang baru saja dibagi itu.
d.
QS An Nisa ayat 9 memperingatkan
agar orang senantiasa memperhatikan kepada anak cucu yang akan ditinggalkan,
agar jangan sampai mereka mengalami kesempitan hidup sebagai akibat kesalahan
orang tua membelanjakan hartanya.
e.
QS An Nisa ayat 10 memperingatkan
agar orang berhati-hati dalam memelihara harta warisan yang menjadi hak-hak
anak yatim, jangan sampai termakan dengan cara tidak sah, karena memakan harta
anak yatim secara tidak sah adalah sama dengan makan bara api neraka, orang
yang makan akan diberi tempat neraka di akhirat kelak.
f.
QS An Nisa ayat 11 menentukan bagian
anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; anak perempuan dua
orang atau lebih (apabila tidak ada anak laki-laki) menerima 2/3 harta warisan
dan apabila hanya seorang (tidak ada anak laki-laki) menerima 1/2 harta
warisan; bagian ayah dan ibu, apabila ada anak, masing-masing menerima 1/6
harta warisan; apabila tidak ada anak, bagian ibu adalah 1/3 harta warisan
(ayah mendapat sisanya); apabila ada saudara saudara lebih dari seorang, bagian
ibu adalah 1/6 harta warisan; pembagian harta warisan dilakukan setelah utang
dan wasiat pewaris dibayarkan.
g.
QS An Nisa ayat 12 menentukan bagian
suami adalah harta warisan apabila pewaris tidak meninggalkan anak;
apabila ada anak, bagian suami harta warisan, setelah utang dan wasiat pewaris
dibayarkan; ditentukan pula bagian isteri harta warisan apabila tidak ada anak,
1/8 harta warisan apabila ada anak, setelab utang dan wasiat pewaris
dibayarkan. Apabila seseorang meninggal tanpa meninggalkan ayah atau anak,
padahal ia meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan (seibu), maka bagian
saudara apabila hanya satu orang adalah 1/6 harta warisan, dan apabila lebih
dari satu orang, mereka bersama-sama mendapat 1/3 harta warisan, setelah utang
dan wasiat pewaris dibayarkan.
h.
QS An Nisa ayat 13 menekankan bahwa
ketentuan bagian-bagian harta warisan itu berasal dari Allah yang wajib
ditaati.
i.
QS An Nisa 176 menentukan bagian
saudara perempuan (kandung atau seayah), apabila pewaris dalam keadaan kalalah
(tidak meninggalkan ayah atau anak), bagian saudara perempuan adalah 1/2 harta
warisan apabila hanya satu orang dan 2/3 harta warisan apabila dua orang atau
lebih, apabila saudara-saudara itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, bagian
seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua orang saudara perempuan.
2.
Sunnah Rasul
Meskipun Al-Quran menyebutkan secara
terperinci ketentuan-ketentuan bagian ahli waris, Sunnah Rasul menyebutkan pula
hal-hal yang tidak disebutkan dalam Al Quran, antara lain :
a.
Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
mengajarkan bahwa ahli waris laki-laki yang lebih dekat kepada pewaris lebih
berhak atas sisa harta warisan, setelah diambil bagian ahli waris yang
mempunyai bagian-bagian tertentu.
b.
Hadits riwayat Al-Jamaah, kecuali
Muslim dan Nasai, mengajarkan bahwa orang muslim tidak berhak waris atas harta
orang kafir, dan orang kafir tidak berhak atas harta orang muslim.
c.
Hadits riwayat Ahmad menyebutkan
bahwa Nabi memberikan bagian warisan kepada dua nenek perempuan 1/6 harta
warisan dibagi dua.
d.
Hadits riwayat Ahmad mengajarkan
bahwa anak dalam kandungan berhak waris setelah dilahirkan dalam keadaan hidup
yang ditandai dengan tangisan kelahiran.
3.
Ijtihad
‟Meskipun
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul telah memberi ketentuan terperinci tentang pembagian
harta warisan, tetapi dalam beberapa hal masih diperlukan adanya ijtihad, yaitu
terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam kedua sumber hukum tersebut.
Misalnya mengenai bagian warisan orang banci, harta warisan yang tidak habis
terbagi kepada siapa sisanya diberikan, bagian ibu apabila hanya
bersama-sama dengan ayah dan duda atau janda.
C.
Pentinya Belajar Hukum Waris Islam
Kewajiban belajar dan mengajarkan
hukum waris islam dimaksudkan agar dikalangan kaum muslimin (khususnya
keluarga) tidak terjadi perselisihan- perselisihan disebabkan masalah
pembagian harta warisan yang pada gilirannya akan melahirkan
perpecahan/keretakan dalam hubungan kekeluargaan kaum muslimin.
D.
Harta Warisan
Harta
warisan itu dibagi menjadi dua:
a.
Harta warisan yang dapat dibagi.
Misalnya uang, tanah yang harga dan isinya sama, dsb.
b.
Harta yang tidak bisa dibagi sama
rata. Misalnya bangunan, tanah yang berbeda isinya, barang perkakas,
kendaraan, dsb.
Adapun
barang yang tidak berhak diwarisi, diantarnya:
a.
Peralatan tidur untuk istri dan
peralatan khusus bagi dirinya, atau pemberian suami kepada istrinya semasa
hidupnya.
b.
Harta yang diwaqafkan, seperti kitab
dan lainnya.
c.
Barang yang diperoleh dengan cara
haram.
E.
Pembagian Harta Warisan
Ahli
waris dari laki-laki ada 10:
1. Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki dan seterusnya ke
bawah
3.
Ayah
4.
Kakek dan seterusnya ke atas
5.
Saudara laki-laki
6.
Anak laki-laki dari saudara
laki-laki (keponakan) walaupun jauh (seperti anak dari keponakan)
7.
Paman
8.
Anak laki-laki dari paman (sepupu)
walaupun jauh
9.
Suami
10.
Bekas budak laki-laki yang
dimerdekakan
Ahlis waris dari perempuan ada 7:
1.
Anak perempuan
2.
Anak perempuan dari anak laki-laki
(cucu perempuan) dan seterusnya ke bawah
3.
Ibu
4.
Nenek dan seterusnya ke atas
5.
Saudara perempuan
6.
Istri
7.
Bekas budak perempuan yang
dimerdekakan
Hak waris yang tidak bisa gugur:
1.
Suami dan istri
2.
Ayah dan ibu
3.
Anak kandung (anak laki-laki atau
perempuan)
Yang tidak mendapatkan waris ada tujuh:
1.
Budak laki-laki maupun perempuan
2.
Budak yang merdeka karena kematian
tuannya (mudabbar )
3.
Budak wanita yang disetubuhi tuannya
dan melahirkan anak dari tuannya (ummul walad)
4.
Budak yang merdeka karena berjanji
membayarkan kompensasi tertentu pada majikannya (mukatab)
5.
Pembunuh yang membunuh orang yang
memberi waris
6.
Orang yang murtad
7.
Berbeda agama
Ashobah yaitu orang yang mendapatkan warisan dari kelebihan
harta setelah diserahkan pada ashabul furudh.
Urutan ashobah dari yang paling dekat:
1.
Anak laki-laki
2.
Anak dari anak laki-laki (cucu)
3.
Ayah
4.
Kakek
5.
Saudara laki-laki seayah dan seibu
6.
Saudara laki-laki seayah
7.
Anak laki-laki dari saudara
laki-laki seayah dan seibu (keponakan)
8.
Anak laki-laki dari saudara
laki-laki seayah (keponakan)
9.
Paman
10.
Anak paman (sepupu)
11.
Jika tidak didapati ashobah, baru
beralih ke bekas budak yang dimerdekakan
Ashabul
furudh yaitu orang yang mendapatkan warisan berdasarkan kadar yang telah
ditentukan dalam kitabullah. Kadar waris untuk ashabul furudh:
1.
1/2
2.
1/4
3.
1/8
4.
2/3
5.
1/3
6.
1/6
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/2 ada
lima:
1.
Anak perempuan
2.
Anak perempuan dari anak laki-laki
(cucu perempuan)
3.
Saudara perempuan seayah dan seibu
4.
Saudara perempuan seayah
5.
Suami jika tidak memiliki anak atau
cucu laki-laki
Ashabul
furudh yang mendapatkan 1/4 ada dua:
1.
Suami jika istri memiliki anak atau
cucu laki-laki
2.
Istri jika tidak memiliki anak atau
cucu laki-laki
Ashabul
furudh yang mendapatkan 1/8:
-
Istri jika memiliki anak atau cucu
laki-laki
Ashabul
furudh yang mendapatkan 2/3 ada empat:
1.
Dua anak perempuan atau lebih
2.
Dua anak perempuan dari cucu
laki-laki (cucu perempuan) atau lebih
3.
Dua saudara perempuan seayah dan
seibu atau lebih
4.
Dua saudara perempuan seayah atau
lebih
Ashabul
furudh yang mendapatkan 1/3 ada dua:
1.
Ibu jika si mayit tidak dihajb
2.
Dua atau lebih dari saudara
laki-laki atau saudara perempuan yang seibu
Ashabul
furudh yang mendapatkan 1/6 ada tujuh:
1.
Ibu jika memiliki anak atau cucu,
atau memiliki dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan
2.
Nenek ketika tidak ada ibu
3.
Anak perempuan dari anak laki-laki
(cucu perempuan) dan masih ada anak perempuan kandung
4.
Saudara perempuan seayah dan masih
ada saudara perempuan seayah dan seibu
5.
Ayah jika ada anak atau cucu
6.
Kakek jika tidak ada ayah
7.
Saudara laki-laki dan saudara
perempuan seibu
Hajb
atau penghalang dalam waris:
1.
Nenek terhalang mendapatkan waris
jika masih ada ibu
2.
Kakek terhalang mendapatkan waris
jika masih ada ayah
3.
Saudara laki-laki seibu tidak
mendapatkan waris jika masih ada anak (laki-laki atau perempuan), cucu
(laki-laki atau perempuan), ayah dan kakek ke atas
4.
Saudara laki-laki seayah dan seibu
tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah
5.
Saudara laki-laki seayah tidak
mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah dan
saudara laki-laki seayah dan seibu
Kaedah yang perlu diingat : Siapa yang tumbuh
dari si fulan, selama si fulan ini ada, maka ia tidak mendapatkan warisan.
Misalnya seorang cucu tidaklah mendapatkan waris jika masih ada anak si mayit
(ayah dari cucu tadi).
Yang menyebabkan saudara perempuan mendapatkan jatah separuh
laki-laki karena adanya 4 orang:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki
3.
Saudara laki-laki seayah dan seibu
4.
Saudara laki-laki seayah
Paman laki-laki, anak laki-laki dari paman (sepupu), anak
laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) dan tuan yang membebaskan budak
mendapatkan waris tanpa saudara-saudara perempuan mereka.
2.5 Zakat
Pada dasarnya hukum zakat adalah wajib bila mampu
secara finansial dan telah mencapai batas minimal bayar zakat atau yang
disebut nisab. Dalam perhitungan zakat sendiri, dilakukan
melalui proses administrasi.
v Rumus Perhitungan Zakat Fitrah
Zakat Fitrah Perorang = 3,5 x harga beras di pasaran
perliter Contoh : Harga beras atau makanan pokok lokal yang biasa kita makan
dan layak konsumsi di pasar rata-rata harganya Rp. 10.000,- maka zakat fitra
yang harus dibayar setiap orang mampu adalah sebesar Rp. 35.000,-
v Rumus Perhitungan Zakat Profesi / Pekerjaan
Zakat Profesi = 2,5% x (Penghasilan Total - Pembayaran
Hutang ) Menghitung Nisab Zakat Profesi = 520 x harga beras pasaran perkg
Contoh : Ibnu mempunyai penghasilan 5 juta/bulan dipotong iuran mobil 1,5 juta.
Jadi gaji bersih Ibnu 3,5 juta. Beras yang ia konsumsi Rp. 4.000/kg.
Nisabnya : 520 x 4.000 = Rp. 2.080.000,- Zakat Profesi: 2,5% x 3.500.000=
Rp. 87.500,-
v Menghitung Zakat Maal / Harta Kekayaan
Zakat Maal = 2,5% x Jumlah Harta Yang Tersimpan Selama 1
Tahun (tabungan dan investasi) Menghitung Nisab Zakat Mal = 85 x harga emas
pasaran per gram
Contoh: Bu Yati memiliki total kekayaan 1 Milyar. Semua
harta sudah dimiliki sejak satu tahun yang lalu. Harga emas pada masa itu
Rp.250.000,-/gram.
Nisab Zakat Mal : 85 x 250.000= Rp. 21.250.000,-
Karena harta Nyonya Upit Marupit lebih dari limit nisab, maka ia harus membayar
zakat maal.
Zakat Maal : 2,5% x 1 Milyar = Rp. 25.000.000,-
2.6 Islam
Dalam Akuntansi
Eksistensi akuntansi dalam Islam
dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur‟an. Dalam Surat
Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan
jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa
dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan
utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan
antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi
lebih dikenal dengan accountability.
v Implementasi Akuntansi Syariah
Beberapa
aktivitas kehidupan umat Islam yang memerlukan akuntansi, yaitu antara lain
(Harahap, 2008)
a.
Akuntansi Zakat.
Kewajiban zakat bagi muslim
merupakan bukti betapa pentingnya peranan akuntansi bukan saja bagi
perusahaan atau lembaga tetapi juga bagi perorangan.
b.
Akuntansi Pemerintahan.
Pengelolaan kekayaan negara melalui
lembaga terkenal seperti Baitul mal juga memerlukan akuntansi yang lebih teliti
karena menyangkut harta masyarakat yang harus dipertanggung jawabkan,
baik kepada rakyat maupun kepada Tuhan.
c.
Akuntansi Warisan.
Untuk menghitung pembagian waris,
Alquran telah memberikan petunjuk seperti yang terdapat dalam surat Annisa ayat
7 – 14.
d.
Akuntansi Efisiensi. Islam
menganjurkan bahkan mewajibkan efisiensi. Tuhan telah menggariskan bahwa
pemborosan merupakan perbuatan setan yang harus dihindari.
e.
Akuntansi Pertanggungjawaban atau Amanah.
Islam mewajibkan agar dalam bisnis
kita berlaku jujur tidak mengambil hak orang lain dan menjaga amanah. Untuk itu
perlu laporan pertanggungjawaban.
f.
Akuntansi Kesaksian.
Untuk memjaga agar kebenaran tetap
terjaga maka diperlukan pembuktian yang benar dari mereka yang mengetahui
kebenaran.
g.
Akuntansi Syarikat.
Salah satu bentuk usaha yang
dianjurkan dalam Islam adalah bentuk Mudharabah atau Musyarakah. Dalam bentuk
usaha seperti ini diperlukan sistem yang bisa memberikan informasi serta
pertanggung jawaban agar jalannya kerjasama tetap berada dalam koridor keadilan
dan kejujuran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan
Islam dalam ilmu administrasi sangatlah berhubungan. Seperti dalam hal : Hutang
piutang, hukum waris, zakat, akuntansi, pembagian sedekah dan lain-lain.
Sumber-sumbernya terdapat dalam Al-Quran, sunah, dan hadis. Meskipun pada zaman
Rasullah belum mengenal parlemen tapi pelaksanaannya memiliki kesamaan
fungsi dengan parlemen. Pelaksanaan Administrasi sudah ada sejak zaman Rasullah
SAW dan sudah diadaptasi oleh negara-negara musli maupun nonmuslim hingga
sekarang.
3.2 Saran
Di upayakan
bagi para pembaca agar bisa mengetahui dan memahami sistem administrasi
islam dan penerapannya
Nabi Muhammad . Dan kita pun harus berusaha untuk
merealisasikan dan mengimplementasikan kembali sistem
administrasi islam dalam kehidupan kita di zaman sekarang ini. Karena sudah
menjadi kewajiban bagi kita yang mengaku umat Rasulullah saw untuk
merealisasikan dan mengimplementasikannya.
Dan penulis beriharapkan melahirkan solusi terbaik
terhadap umat Islam di
zaman sekarang yang mengalami krisis jati diri.
Studi ini juga berusaha untuk menjawab kebingungan umat mengenai administrasi dalam Islam., kajian ini dapat dilanjutkan
kembali dalam kesempatan yang akan datang guna menyempurnakannya. Serta penulis
berharap kajian menjadi cikal bakal bangkitnya kembali administrasi islam
sebagaimana yang pernah di implementasikan oleh Rasulullah saw
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/fiqh/814-hukum-membayar-zakat-fithri-dengan-uang.html
No comments:
Post a Comment