BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Administrasi artinya adalah mengatur. Ilmu administrasi sebenarnya sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah SAW. Baik dalam administrasi pembangunan, Negara, niaga. Hukum dan social. Pada zaman Rasulullah, ilmu administrasi belum sempurna benar. Namun dasar-dasar administrasi yang ada pada zaman kini sudah ada pada zaman Rasulullah dahulu. Seperti pembagian zakat, warisan, pencatatan hutang piutang, pembagian sedekah kepada penduduk sekitar yang kurang mampu, itu sudah termasuk dalam kegiatan administrasi. Sumber-sumbernya terdapat dalam Al-Quran, sunah dan hadis.
Dalam makalah ini menjelaskan apa hubungannya agama islam dalam ilmu administrasi, bagaimana penerapannya, apa saja sumbernya, dan sebagainya. Isi dalam makalah ini bertujuan untuk membantu menjelaskan tentang agama islam dalam ilmu administrasi, yang sebenarnya administrasi itu sendiri sering terjadi di sekitar kita.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah-masalah yang dibahas dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana ilmu administrasi pada zaman rasulullah?
2. Penjelasan dari Al-Qur’an ayat 282.
3. Penjelasan tentang pencatatan hutang piutang.
4. Penjelasan tentang zakat.
5. Penjelasan tentang hukum waris islam.
6. Penjelasan akuntansi islam.
1.3 Tujuan
Makalah ini berusaha untuk melahirkan manfaat langsung bagi umat Islam bangsa Indonesia dan dunia pada umumnya melalui tinjauanlangsung terhadap sejarah kehidupan Nabi Muhammad dengan menganalisis buku-buku terkait, sehingga diharapkan melahirkan solusi terbaik terhadap umat Islam di zaman sekarang yang mengalami krisis jati diri. Studi ini juga berusaha untuk menjawab kebingungan umat mengenai administrasi dalam Islam. Dan yang terpenting adalah untuk memenuhi tugas Bahasa Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Administrasi
Administrasi berasal dari kata latin ‘administrare’ yang artinya mengurus. “Administrasi adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan tertentu”-(The Liang Gie)
Namun sebenarnya proses Administrasi sendiri sudah dilaksanakan sejak zaman Rasulullah SAW. Baik dalam administrasi pembangunan, Negara, niaga, hukum, dan social. Administrasi Dalam islam administrasi dikenal dengan istilah al-idarah. Mengkaji mengenai pengertian atau istilah administrasi dalam islam mengharuskan merujuk kepada beragam sumber. Utamanya yaitu Al-Qur’an al-Karim dan tafsirnya; hadist dan syarahnya. Sumber-sumber tafsir banyak berperan memberikan penjelasan terhadap isyarat- isyarat Al-Qur’an yang posisinya lebih sebagai kaidah umum menyangkut tatanan masyarkat baru. Sebenarnya tidak ada satu ayat Al-Qur’an pun yang dijumpai kata al-idarah.“idarah” atau istilah admnistrasi dalam pandangan islam merupakan kata yang baru digunakan di era modern. Oleh sebab itu, para pakar administrasi modern mendifinisikan (idarah) dengan ungkapan: “Administrasi adalah sejumlah aktivitas praktis dengan tujuan merealisasikan politik umum”
2.2 Administrasi Pada Zaman Rasulullah
Salah satu sifat penting dari administrasi yang dilakukan Rasulullah SAW adalah kesederhanaan dan kemudahan dalam menangani masalah-masalah administrative.
Kendati rasulullah SAW adalah kepala masyarakat muslim dan perintahnya selalu dituruti oleh para pengikutnya, namun demikian Rasulullah SAW tidak tidak meninggalkan musyawarah dengan para sahabatnya. Untuk membantu memecahkan masalah para sahabatnya, baik dalam bidang agama, politik, ataupun administrasi, ia memiliki wuzara dan para mentri disamping juga sekretaris dan penulis resmi guna menangani surat-surat dari penguasa asing. Rasul memang belum memiliki departemen keuangan yang mengurusi pendapatan dan pembelanjaan. Selain zakat, sedekah, dan jizyah, sumber pendapatan lainnya adalah kharaj, fay, ghanimah. Rasul tidak mempunyai departemen pertahanan dan keamanan khusus. Seluruh masalah yang berkaitan dengan recruitment, pengadaan senjata, perlengkapan dan lain-lain ditangani sendiri oleh Rasulullah SAW. Ringkasnya walau sudah memadai untuk masa tersebut, namun administrasi yang dilakukan Rasulullah SAW belum lah sempurna. Administrasi semacam itu ditegakan semata-mata atas dasar syariah. Akhirnya Rasulullah SAW, memang telah meninggalkan warisan yang amat berharga dalam teori umum dan praktek pemerintahan dan administrasi. Diantara petunjuk dan ucapannya selalu terkandung unsure-unsur kebenaran, keadilan, dan efisiensi sebagai sifat seorang administrator.
2.3 Klasifikasi Sistem Administrasi
1. Dalam penerapan sistem administrasi ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yang di antaranya:
· Keabsahannya diakui secara de facto dan de jure;
· Berdaulat penuh ke dalam luar serta menguasai wilayah tertentu;
· Punya wewenang untuk mencapai tujuan;
· Melaksanakan wewenang berdasarkan;
· Pemerintahan diselenggarakan berdasarkan asas-asas demokrasi.
2. Di samping itu ada juga yang harus dipenuhi seperti :
Ada pembagian kekuasaan (division of power) diantara pranata administrasi, seperti :
· Lembaga Legislatif;
· Lembaga Yudikatif;
· Lembaga Eksekutif;
· Lembaga Penasihat;
· Lembaga Audit.
3. Ada Juga Prinsip-prinsip yang dilaksanakan seperti:
· Pembagian tugas;
· Wewenang dan tanggungjawab ;
· Disiplin kerja ;
· Kesatuan komando;
· Kesatuan arah ;
· Menempatkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan umum;
· Imbalan;
· Pola sentralisasi dan desentralisasi ;
· Rentang kendali ;
· Keteraturan (teknis dan) ;
· Perlakuan yang adil ;
· Stabilitas kekaryaan ;
· Prakarsa ;
· Jiwa korsa.
4. Terdapat fungsi yang dilaksanakan, seperti:
1) FUNGSI PENGATURAN
· Dikaitkan dengan hakikat modern.
· Dikaitkan dengan fungsi pemerintahan egisl sebagai “pemelihara” (system maintenance).
· Salah bentuk pengaturan yang dilakukan adalah perizinan.
2) FUNGSI PELAYANAN
· Dikaitkan dengan hakekat sebagai kesejahteraan (welfare state).
· Wujud nyata fungsi ini adalah berbagai bentuk layanan (pendidikan, kesehatan, dansebagainya).
· Konsep pelayanan juga mencakup kemudahan akses dalam berhubungan dengan aparatur pemerintah untuk urusan tertentu dalam bentuk layanan yang ramah, cepat dan akurat.
5. Adanya paradigma yang di bangun seperti:
· Berorientasi pada pelayanan;
· Netralitas ;
· Orientasi kerja pada tercapainya tujuan ;
· Loyalitas ;
· Kejujuran ;
· Stabilisator ;
· Dinamisator ;
· Katalisator ;
· Modernisator ;
· Kepeloporan ;
· Keteladanan ;
· Sikap adil ;
· Sikap antisipatif dan proaktif.
2.4 Penerapan Sitem Administrasi Islam
Dari apa yang dibahas dalam teori administasi secara umum, maka dapat di analisis pada dasarnya hampir sama dengan penerapan sistem administrasi islam, dengan mengkaji dan meneliti kehidupan Nabi Muhammad dan para sahabatnya dapat kita dapati sebuah keteraturan sistem.
Administrasi dalam Islam bermula dari kegiatan kepenulisan. Bangsa Arab pada masa pra Islam memang dikenal sebagai bangsa dengan tingkat barbar yang sangat tinggi. Masa pra Islam memang dikenal dengan masa jahiliyah, atau zaman kebodohan. Bodoh karena perkara baca tulis di masyarakat kala itu masih terbilang minoritas. Kecakapan dalam baca tulis terbilang sangat istimewa, seperti yang dikatakan Ibnu Sa’ad, “orang yang sempurna menurut mereka (masyarakat Arab pra Islam) pada masa Jahiliyah dan permulaan Islam adalah orang yang mampu menulis Arab, piawai dalam berenang dan ahli dalam memanah.” Ya, kecakapan baca tulis seolah tidak diperlukan pada masa itu, seperti yang diprediksikan Prof. Azami. Bahkan Rasulullah Saw sendiri termasuk nabi yang ummi, atau tidak menguasai kecakapan baca tulis.
Sahabat Nabi yang hidup dengan sezaman bersama Nabipada masa sebelum Nabi hijrah ke Madinah, mereka kesulitan mengekspresikan diri secara lisan dan perbuatan bahkan mendapat perlakuan yang kurang baik dari masyarakat Mekkah, para sahabat menyadari apa yang di ucapkandan diperbuat oleh mereka kini telah berbeda dengan masyarakat Mekkah pada umumnya, sehingga hal inilah yanh menyebabkankekesalan masyarat terhadap para sahabat yang di anggap telah menyimpang dari tradisi nenek moyang mereka yang di junjung tinggi jauh sebelum Nabi dilahirkan.
Sehingga untuk penerapan sistem administrasi pada masa ini belum dapat diterapkan sebagaimana mestinya, akibat belum adanya sistem yang di jalankan dengan baik, para sahabat Nabi mendapatkan berbagai macam cobaan baik intimidasi seperti ancaman, caci maki, penyiksaan dan penganiayaan yang dilakukan oleh pembesar-pembesar Mekkah. Bahkan Nabi sendiri pun tak luput dari berbagai macam intimadasi dan teror. Pembesar-pembesar Mekkah mereka tidak akan pernah merasa nyaman sebelum Nabi menghentikan syi’ar islam pada masyarakat Mekkah. Berkat kesabaran dan keteguhan hati Nabi, beliau tidak akan menghentikan syiar islam ini sampai tegak setinggi-tingginya. Dampak dari keteguhan ini, para pembesar Mekkah merencanakan pembunuhan atas diri Nabi dengan adanya musyawarah yang dilakukan di Darun Nadwah (DPR). Meskipun terjadi berbagai macam terhadap para sahabat dan atas Nabi sendiri, beliau tetap menjalankan administrasinya di Mekkah di sebuah tempat yang bernama Darul Arqom. Tempat inilah yang di jadikan Nabi dan para sahabatnya untuk berkumpul secara rahasia guna membicarakan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam menghadapi berbagai macam initimidasi. Berdasarkan musyawarah yang dilakukan, maka atas bimbingan wahyu dari Allah, akhirnya hijrah menjadi jalan yang ditempuh guna menghindari berbagai macam intimidasi.
Hijrah yang dilakukan pertama kali atas anjuran Allah melaui Rasul-Nya adalah ke negeri Habasyah (sekarang Eutopia) karana di negara ini terdapat penguasa yang adil dimana dalam memerintah rakyatnya dengan tidak membedakan berbagai macam perbedaan termasuk perbedaan agama. Para sahabat meninggalkan Mekkah dengan sembunyi-sembunyi dimana mereka pergi di tengah malam yang gelap gulita. Dan hijrah yang kedua dilakukan ke negeri Madinah, dimana hal inilah yang menjadi tonggak diterapkan sistem administrasi secara komprehensif dengan adanya piagam Madinah yang merupakan undang-undang dasar yang di buat oleh Nabi Atas kesepakatan penduduk Madinah yang terdiri atas tiga kelompok, pertama kaum Ansar, yaitu mereka penduduk asli madinah terdiri dari dua suku yang kuat seperti suku Aus dan Khaz’ah, kedua suku ini sebelum hijrahnya Nabi dan para sahabatnya ke Madinah selalu mengadakan kontak senjata/perang saudara yang di sebabkan kesalahpahaman, namun setelah hijrahnya Nabi dan para sahabat ke Madinah, kelompok (kaum Ansar) ini dapat di satukan dan dengam damai atas diplomasi yang dilakukan oleh Nabi, sehingga kaum Ansar ini menjadi pendukung yang loyalis dan kuat serta mereka berani mengorbankan darah mereka untuk membela dan melindungi Nabi dalam menegakkan syiar islam. Kelompok kedua adalah kaum Yahudi yang menetap lama di Madinah, bahkan kaum ini adalah kaum yang menghambat syiar islam dan kelompok yang ketiga adalah kaum muhajirin yaitu mereka yang berhijrah dari Mekkah ke Madinah bersama Nabi.
Setelah Islam memasuki fase hijrah, atau kepindahan Rasulullah Saw dari Makkah ke Madinah karena banyaknya tekanan dari masyarakat Makkah sekaligus perintah Allah Subhanahuwata’ala, penekanan terhadap aktivitas baca tulis mulai menggeliat di kalangan muslimin pada masa itu, utamanya para shahabiyah. Seperti yang kita baca di beberapa sirah nabawiyah, Rasulullah Saw pun membangun suatu pemerintahan dengan pusatnya di Madinah. Suatu pemerintahan yang berlandaskan syari’at Islam ini tentunya membutuhkan penopang yang kuat. Sistem administrasi yang jelas dan rapi tentu menjadi salah satu pilar penyangga yang kuat. Penekanan pendidikan Rasulullah Saw pada aktivitas baca tulis kemudian membuahkan sistem administrasi yang memang dibutuhkan negara yang baru dibentuk tersebut. Pada masa itu pula, lahirlah arsip pertama dalam tata pemerintahan Islam, yaitu perjanjian yang kemudian kita kenal dengan Piagam Madinah.
Di masa Rasululah Saw belum pernah di bentuk secara khusus sistem administrasi negara bagi departeman dan diwan tersebut dengan ketentuan secara khusus, akan tetapi beliau hanya mengangkat para “katib” pencatat, untuk setiap departemen tersebut, di mana mereka layaknya pejabat yang mengepalai suatu jabatan tertentu sekaligus pencatatnya. Orang yang mula-mula membuatdiwan dalam Islam adalah Umar bin Khathab ra. Adapun yang menyebabkan beliau membuatdiwan adalah, ketika beliau mengutus utusan dengan membawa “hurmuzan”, lalu orang itu berkata kepada Umar: “Ini adalah utusan yang keluarganya telah engkau beri bagian harta. Bagaimana kalau salah seorang di antara mereka ada yang terlupakan, dan dia tetap menahan dirinya, lalu dari mana bawahanmu biasa mengetahuinya? Maka buatlahdiwan untuk mengurusi mereka.” Maka Umar bertanya kepadanya tentang diwan tersebut, kemudian dia menjelaskanya kepada Umar.
Abid bin Yahya meriwayatkan dari Harits bin Nufail, bahwa Umar ra. Meminta pendapat kaum muslimin untuk membuat diwan, lalu Ali bin Abi Thalib ra. Berkata: “Engkau bagi saja harta yang telah terkumpul padamu, tiap tahun sekali. Dan jangan sedikitpun engkau menyimpannya.” Lalu Utsman ra. Menyampaikan usul: “Aku melihat orang-orang mempunyai harta yang banyak sekali. Kalau tidak pernah hitung, hingga tidak tahu mana yang sudah dipungut dan mana yang belum, aku khawatir masalah ini akan merebak.” Kemudian Al Walid bin Hisyam mengusulkan: “Aku pernah berada di Syam, lalu aku melihat raja-raja di sana membuat diwan, dan mengatur para prajuritnya (dengan diwantersebut). Maka, buatlah diwan dan aturlah prajurit tersebut (seperti mereka).” Umar akhirnya mengambil usulan Walid tersebut. Lalu beliau memangil Uqail bin Abi Thalib, Mukhrimah bin Naufal, Jubair bin Muth’im, yang mana mereka adalah pemuda-pemuda keturunan Quraisy. Kemudian beliau memerintahkan kepada mereka: “Catatlah semua orang itu menurut tempat tinggal mereka.” Setelah Islam mulai merambah dan mulai nampak di Iraq, makadiwanul istifaa’ (Instansi penguimpul harta Fai’i) dan instansi pengumpul harta mulai berjalan seperti praktik yang terjadi sebelumnya di sana. DiwanSyam mempergunakan gaya Romawi, sedangkan diwan Iraq menggunakan gaya Persia.
Penerapan sitem administrasi islam yang ditinjau dari kitab Sirah Nabawiah (Perjalanan Rasulullah dalam menjalankan Risalah Kenabian), penerapan administrasi islam dapat dikelompokan menjadi beberapa kelompok, yang diantaranya:
a)Sistem Administrasi Negara;
Siatem administrasi ini mencangkup ke dalam beberapa bagian yang terdiri dari, sebagai berikut:
· Administrasi di berbagai negeri dan pembagian wilayah
· Administrasi keagamaan
· Kesekretariatan dan sekretaris
· dan Administrasi hubungan umum (diplomasi islam).
Berkenaan dengan administrasi di berbagai negeri dan pembagian wilayah, dasar-dasar umum administrasi di berbagai negeri dapat dikembalikan pada saat setelah penaklukan kota Mekkah (tahun 8 hijriah), di mana Negara Islam mengalami perluasan secara gradual ke berbagai wilayak sekitarnya, hinnga akhirnya mencangkup seluruh wilayah kota Mekkah, kemudian Hijaz, dan kemudian Jazirah Arab. Rasulullah saw. Memegang kepemimpinan umum dalam semua urusan agama dan dunia. Kekuasaan administrasinya mencangkup semua wilayah, dalam hak-hakyang berkaitan dengan penentuan tujuan dan perencanaan politik umum. Dalam mengatur administrasi, Rasulullah saw dibantu oleh para sahabat-sahabat pilihan yang telah terbukti memiliki kemampuan dan kecerdasan serta tajam analisisnya. Mereka dipilih dari sahabat-sahabat yang temasuk awal masuk islam dan sahabat-sahabat yang memiliki pengaruh dan kekuatan di tengah kaumnya.
Berkenaan dengan administrasi keagamaan, pengaturan tentang urusan shalat pada masa Rasulullah saw. Menempati pada anak tangga prioritas paling tinggi; dimana mencangkup pemilihan para imam shalat dan muadzin, menjaga waktu shalat dan pelaksanaannya, serta masjid, adab-adabnya dan kebersihannya. Nabi saw. Menjadi imam shalat di Madinah. Adapun ketika beliau sakit berat, beliau memerintahkan Abu Bakar agar menjadi imam shalat. Beliau bersabda:
“Perintahlah Abu Bakar, hendaknya dia menjadi imam shalat orang-orang itu.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Kendati Aisyah berupaya mengalihkan perhatian itu dari ayahnya, karena suaranya yang rendah dan hatinya yang lembut. Akan tetapi Nabi saw. Berusaha keras meminta Abu Bakar.
Adapun berkenaan dengan administrasi kesekretariatan dan sekretaris, bangsa Arab pada masa jahiliyah telah mengenal tulis-menulis. Mereka menggolongkannya sebagai salah satu yang laki-laki dapat dianggap sebagai bagian orang-orang yang sempurna. Ibnu Sa’ad (w 230 H) menuturkan hal ini dengan ungkapannya; “Orang sempurna, menurut mereka pada masajahiliyah dan pada masa awal islam, adalah orang yang dikenal mampu menulis dengan bahasa Arab, ahli berenang dan memanah”. Ketika islam, Nabi saw. Mulai mengatur urusan pemerintahan yang baru didirikan di Madinah. Dalam melaksanakan tugas ini, beliau bersama-sama sejumlah sahabat yang mempunyai keahlian membaca dan menulis. Lalu beliau membagi para ahli itu menjadi beberapa bagian khusus. Adapun yang khusus mencatat dan membukukan wahyu yang paling terkenal adalah Zaid bin Tsabit (w 56 H) menjadi juru tulis wahyusepanjang Rasulullahn saw.
Sadangkan administrasi hubungan internasional (diplomasi islam) sejak sebelum islam, telah dikenal oleh masyarakat Mekkah dengan kata sifarah (kedutaan). Bidang ini dulu dijabat oleh Bani Adi. Dan diantaranya yang pernah menjabat kedudukan ini adalah Umar bin Khathathab (w 23 H). Adapun kata diplomasiyyah belum dikenal pada masa awal islam. Artinya, kata tersebut kata-kata tersebut masuk ke dalam kamus-kamus bahas Arab pada masa belakangan.
Pada masa pemerintahan Rasulullah saw. Digunakan beberapa istilah, yaitu as-sifarah, ar-Rasul, dan al-Barid. Hubungan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Mulanya hanya terbatas pada aspek negoisasi individual, mengirim surat, dan mendelegasikan utusan kepada suku-suku dan para raja untuk memperkenalkan dan menyerukan islam kepadanya. Atas dasar ini, jabatan sifarah (diplomasi) adalah sebuah jabatan yang sangat penting yang mendapat perhatian besar dari negara.
b) Administrasi Dalam Bidang Keuangan Negara;
Administrasi Dalam Bidang Keuangan Negara dalam pemerintahan Rasulullah saw. Secara garis besar terpacu ke dalam masalah sumber-sumber pendapatan. Berkenaan dengan sumber-sumber pendapatan , sejak berdirinya Negara Islam di Madinah, harta benda mulai mengalir kepangkuan kaum muslimin, berkat kemenangan telak yang diperoleh dalam banyak medan pertempuran. Selain itu dalam islam telah di terapkannya konsep mewajibkan atas rakyat Negara Islam untuk pembayaran sejumlah harta yang dalam keseluruhannya membentuksumber pendapatan . Selain itu ada juga ghanimah dan fay, dua sumber pendapatan yang paling luas dimana ini merupakan harta hasil rampasan memerangi kaum kafir.
c)Administarasi Bidang Militer;
Administrasi bidang militer ini dalam konsep peperangan dalam islam, mencangkup ke dalam beberapa bagian yang terdiri dari:
· Pengadaan senjata dam pembiayaan tentara
· Layanan bantuan tentara
· Kepemimpinan
· Strategi dan teknik pertempuran
Berkenaan pengadaan senjata dan pembiayaan tentara, pada masa awal islam, seorang tentara harus mengadakan sendiri semua kebutuhan, untuk jihad; sepeti membeli seekor unta, atau kuda, membeli senjata dan membawa semua pembekalan yang dibutuhkan ketika berangkat berjihad.
Untuk layanan bantuan tentara bagi tentara merupakan tugas penting dalam administrasi Nabawi, agar tentara dapat menjalankan tugas mereka seoptimal mungkin. Nabi telah memanfaatkan layanan ini dengan sebuah dan efektifitas tingkat tinggi. Nabi saw. Selalu memanfaatkan para petunjuk jalan untuk mendapatkan berbagai informasi penting tentang tabiat satu negeri yang akan menjadi sasaran peparangan. Sedangkan berkenan dengan masalah kepemimpinan, biasanya Nabi saw. Sendiri yang memimpin pasukan. Tidak jarang beliau mengangkat salah seorang sahabat. Dari beberapa sumber menyebutkan nama seseorang yang menduduki jabatan ini sebagai Amir.
Kemudian berkenaanadministrasi bidang militer masalah strategi dan teknik pertempuran, bukan hanya menjadi tanggung jawab seorang Amir yang merancang strategi. Sebaliknya, sebuah strategi ditentapakan setelah melalui musyawarah dengan pasukan atau sebagian mereka. Pada perang Badar dan Uhud, Rasulullah saw bermusyawarah dengan para sahabatnya. Juga pada perang khandak (tahun 5 H); beliau bermusyawarah dengan para sahabatnya tentang strategi yang harus di ambil.
d) Administrasi Bidang Peradilan.
Pada masa jahiliyah belum ada peradilan yang jelas, namun ketika islam, Allah memerintahkan Rasulullah saw. Agar memutus di tengah-tengah manusia dengan hukum yang diturunkan oleh Allah swt. (al-Qur’an), baik dalam urusan agama maupun dunia. Sebagaimana yang dinyatakan dalam firman-Nya:
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memailingkan kamu dari sebagian apa yang telah Allah turunkan kepadamu. Jika berpaling (dari egis yang telah Allah turunkan), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpkan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (Qs. Al-Maidah 49)
Dari ayat di atas Nabi saw., mewujudkan kekuasaan peradilan. Dan semenjak dari itu, pilar-pilar peradilan baru bagi Negara Islam mulai dirumuskan. Rasulullah saw, bertindak sebagai pembuat, hakim (qadhi) dan sekaligus pelaksana. Dengan demikian Nabi saw., memegang kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
2.5 Penjelasan Surah AL-baqarah 282
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya. Jika orang yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di antaramu. Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu‟amalahmu itu), kecuali jika mu‟amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual-beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian),maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Ayat ini menjelaskan supaya perjanjian-perjanjian yang diperbuat dengan persetujuan kedua belah pihak itu dituliskan dengan terang oleh penulis yang pandai dan bertanggung jawab. Dan ini adalah syarat-syarat dalam memulai suatu perjanjian:
1. Perlunya Surat Perjanjian.
Dalam sebuah perjanjian atau hutang-piutang kita sangat memerlukan Surat Perjanjian. Bukan karena kita saling mempercayai, lalu berkata tidak perlu dituliskan diatas kertas, padahal umur kedua belah pihak sama-sama ditangan Allah kita sebagai hambanya tidak pernah tau kapan ajal menjemput, dengan melalui Surat perjanjian maka kita akan bisa menunjukkan utang-piutang kepada ahli waris.
2. Perlunya Seorang Penulis
“Hendaklah menulis diantara kamu seorang penulis yang adil” Penulis yang tidak berpihak-pihak, yang mengetahui apa yang diminta untuk dicatat oleh kedua belah pihak denagn janji yang selangkap-lengkapnya. Kalau hutang uang kontan, hendaknya sebutkan dengan jelas berapa jumlah uangnya, kalau memakai agunan hendaklah tuliskan dengan jelas apa-apa barang yang digunakan itu.
3. Penulis harus adil.
“ Dan hendaklah kamu adakan dua saksi dari dua laki-laki kamu” penjelasanya kita harus menghadirkan dua saksi laki-laki pada saat kita menulis Surat Perjanjian, tetapi jika tidak ada dua laki-laki, maka (bolehlah) seorang laki-laki dan seorang perempuan.” Meskipun tidak dijelaskan dua saksi tersebut harus adil tentulah dapat difahamkan bahwa seorang wali haruslah adil dan menar-benar mengetahui dan menyaksikan perkara yang telah dituliskan itu.
4. Menghadirkan dua saksi dalam perjanjian.
“Dan janganlah enggan seorang penulis, menuliskan sebagai yang telah diajarkan akan dia oleh Allah” Kata-kata diatas menunjukkan pula bahwa sipenulis itu jangan semata-mata pandai menulis saja, selain dari adil hendaknya dia mematuhi peraturan-peraturan Allah yang berkenaan dengan urusan utang-piutang. Misalnya tidak boleh ada riba tetapi sangat dianjurkan ada qordhan hasanah, yaitu ganti kerugian yang layak.
5. Penjualan Tunai tak Perlu ditulis.
“ Kecuali penjualan tunai yang kamu adakan diantara kamu, maka tidaklah mengapa tidak kamu tuliskan” Sebab sudah timpang terima berhadapan, maka jika tidak dituliskan tidak apa-apa.
6. Jangan sampai dari kedua belah pihak ada yang dirugikan didalam perjanjian.
“ Dan hendaklah kamu mengadakan saksi jika kamu berjual beli” Penggalan ayat di atas untuk menjaga jangan sampai setelah akad jual-beli, ada diantara kedua belah pihak yang merasa dirugikan
2.6 Hukum Warisan
A. Pengertian Hukum Waris
Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak. Hukum Waris Islam adalah suatu hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang yang berdasarkan Al-Qur'andan Hadis.
B. Dasar Hukum Waris
1. Al-qur,an
a. QS An Nisa ayat 1 menegaskan tentang kuatnya hubungan kerabat karena pertalian darah.
b. QS An Nisa ayat 7 memberi ketentuan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama berhak atas warisan orang tuanya dan kerabatnya.
c. QS An Nisa ayat 8 memerintahkan agar kepada sanak kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin yang hadir menyaksikan pembagian harta warisan, diberi jumlah harta sekedar untuk dapat mengikuti menikmati harta warisan yang baru saja dibagi itu.
d. QS An Nisa ayat 9 memperingatkan agar orang senantiasa memperhatikan kepada anak cucu yang akan ditinggalkan, agar jangan sampai mereka mengalami kesempitan hidup sebagai akibat kesalahan orang tua membelanjakan hartanya.
e. QS An Nisa ayat 10 memperingatkan agar orang berhati-hati dalam memelihara harta warisan yang menjadi hak-hak anak yatim, jangan sampai termakan dengan cara tidak sah, karena memakan harta anak yatim secara tidak sah adalah sama dengan makan bara api neraka, orang yang makan akan diberi tempat neraka di akhirat kelak.
f. QS An Nisa ayat 11 menentukan bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan; anak perempuan dua orang atau lebih (apabila tidak ada anak laki-laki) menerima 2/3 harta warisan dan apabila hanya seorang (tidak ada anak laki-laki) menerima 1/2 harta warisan; bagian ayah dan ibu, apabila ada anak, masing-masing menerima 1/6 harta warisan; apabila tidak ada anak, bagian ibu adalah 1/3 harta warisan (ayah mendapat sisanya); apabila ada saudara saudara lebih dari seorang, bagian ibu adalah 1/6 harta warisan; pembagian harta warisan dilakukan setelah utang dan wasiat pewaris dibayarkan.
g. QS An Nisa ayat 12 menentukan bagian suami adalah harta warisan apabila pewaris tidak meninggalkan anak; apabila ada anak, bagian suami harta warisan, setelah utang dan wasiat pewaris dibayarkan; ditentukan pula bagian isteri harta warisan apabila tidak ada anak, 1/8 harta warisan apabila ada anak, setelab utang dan wasiat pewaris dibayarkan. Apabila seseorang meninggal tanpa meninggalkan ayah atau anak, padahal ia meninggalkan saudara laki-laki atau perempuan (seibu), maka bagian saudara apabila hanya satu orang adalah 1/6 harta warisan, dan apabila lebih dari satu orang, mereka bersama-sama mendapat 1/3 harta warisan, setelah utang dan wasiat pewaris dibayarkan.
h. QS An Nisa ayat 13 menekankan bahwa ketentuan bagian-bagian harta warisan itu berasal dari Allah yang wajib ditaati.
i. QS An Nisa 176 menentukan bagian saudara perempuan (kandung atau seayah), apabila pewaris dalam keadaan kalalah (tidak meninggalkan ayah atau anak), bagian saudara perempuan adalah 1/2 harta warisan apabila hanya satu orang dan 2/3 harta warisan apabila dua orang atau lebih, apabila saudara-saudara itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua orang saudara perempuan.
2. Sunnah Rasul
Meskipun Al-Quran menyebutkan secara terperinci ketentuan-ketentuan bagian ahli waris, Sunnah Rasul menyebutkan pula hal-hal yang tidak disebutkan dalam Al Quran, antara lain :
a. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim mengajarkan bahwa ahli waris laki-laki yang lebih dekat kepada pewaris lebih berhak atas sisa harta warisan, setelah diambil bagian ahli waris yang mempunyai bagian-bagian tertentu.
b. Hadits riwayat Al-Jamaah, kecuali Muslim dan Nasai, mengajarkan bahwa orang muslim tidak berhak waris atas harta orang kafir, dan orang kafir tidak berhak atas harta orang muslim.
c. Hadits riwayat Ahmad menyebutkan bahwa Nabi memberikan bagian warisan kepada dua nenek perempuan 1/6 harta warisan dibagi dua.
d. Hadits riwayat Ahmad mengajarkan bahwa anak dalam kandungan berhak waris setelah dilahirkan dalam keadaan hidup yang ditandai dengan tangisan kelahiran.
3. Ijtihad
‟Meskipun Al-Qur’an dan Sunnah Rasul telah memberi ketentuan terperinci tentang pembagian harta warisan, tetapi dalam beberapa hal masih diperlukan adanya ijtihad, yaitu terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam kedua sumber hukum tersebut. Misalnya mengenai bagian warisan orang banci, harta warisan yang tidak habis terbagi kepada siapa sisanya diberikan, bagian ibu apabila hanya bersama-sama dengan ayah dan duda atau janda.
C. Pentinya Belajar Hukum Waris Islam
Kewajiban belajar dan mengajarkan hukum waris islam dimaksudkan agar dikalangan kaum muslimin (khususnya keluarga) tidak terjadi perselisihan- perselisihan disebabkan masalah pembagian harta warisan yang pada gilirannya akan melahirkan perpecahan/keretakan dalam hubungan kekeluargaan kaum muslimin.
D. Harta Warisan
Harta warisan itu dibagi menjadi dua:
a. Harta warisan yang dapat dibagi. Misalnya uang, tanah yang harga dan isinya sama, dsb.
b. Harta yang tidak bisa dibagi sama rata. Misalnya bangunan, tanah yang berbeda isinya, barang perkakas, kendaraan, dsb.
Adapun barang yang tidak berhak diwarisi, diantarnya:
a. Peralatan tidur untuk istri dan peralatan khusus bagi dirinya, atau pemberian suami kepada istrinya semasa hidupnya.
b. Harta yang diwaqafkan, seperti kitab dan lainnya.
c. Barang yang diperoleh dengan cara haram.
E. Pembagian Harta Warisan
Ahli waris dari laki-laki ada 10:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
3. Ayah
4. Kakek dan seterusnya ke atas
5. Saudara laki-laki
6. Anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) walaupun jauh (seperti anak dari keponakan)
7. Paman
8. Anak laki-laki dari paman (sepupu) walaupun jauh
9. Suami
10. Bekas budak laki-laki yang dimerdekakan
Ahlis waris dari perempuan ada 7:
1. Anak perempuan
2. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan seterusnya ke bawah
3. Ibu
4. Nenek dan seterusnya ke atas
5. Saudara perempuan
6. Istri
7. Bekas budak perempuan yang dimerdekakan
Hak waris yang tidak bisa gugur:
1. Suami dan istri
2. Ayah dan ibu
3. Anak kandung (anak laki-laki atau perempuan)
Yang tidak mendapatkan waris ada tujuh:
1. Budak laki-laki maupun perempuan
2. Budak yang merdeka karena kematian tuannya (mudabbar )
3. Budak wanita yang disetubuhi tuannya dan melahirkan anak dari tuannya (ummul walad)
4. Budak yang merdeka karena berjanji membayarkan kompensasi tertentu pada majikannya (mukatab)
5. Pembunuh yang membunuh orang yang memberi waris
6. Orang yang murtad
7. Berbeda agama
Ashobah yaitu orang yang mendapatkan warisan dari kelebihan harta setelah diserahkan pada ashabul furudh.
Urutan ashobah dari yang paling dekat:
1. Anak laki-laki
2. Anak dari anak laki-laki (cucu)
3. Ayah
4. Kakek
5. Saudara laki-laki seayah dan seibu
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah dan seibu (keponakan)
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah (keponakan)
9. Paman
10. Anak paman (sepupu)
11. Jika tidak didapati ashobah, baru beralih ke bekas budak yang dimerdekakan
Ashabul furudh yaitu orang yang mendapatkan warisan berdasarkan kadar yang telah ditentukan dalam kitabullah. Kadar waris untuk ashabul furudh:
1. 1/2
2. 1/4
3. 1/8
4. 2/3
5. 1/3
6. 1/6
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/2 ada lima:
1. Anak perempuan
2. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan)
3. Saudara perempuan seayah dan seibu
4. Saudara perempuan seayah
5. Suami jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/4 ada dua:
1. Suami jika istri memiliki anak atau cucu laki-laki
2. Istri jika tidak memiliki anak atau cucu laki-laki
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/8:
- Istri jika memiliki anak atau cucu laki-laki
Ashabul furudh yang mendapatkan 2/3 ada empat:
1. Dua anak perempuan atau lebih
2. Dua anak perempuan dari cucu laki-laki (cucu perempuan) atau lebih
3. Dua saudara perempuan seayah dan seibu atau lebih
4. Dua saudara perempuan seayah atau lebih
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/3 ada dua:
1. Ibu jika si mayit tidak dihajb
2. Dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan yang seibu
Ashabul furudh yang mendapatkan 1/6 ada tujuh:
1. Ibu jika memiliki anak atau cucu, atau memiliki dua atau lebih dari saudara laki-laki atau saudara perempuan
2. Nenek ketika tidak ada ibu
3. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan) dan masih ada anak perempuan kandung
4. Saudara perempuan seayah dan masih ada saudara perempuan seayah dan seibu
5. Ayah jika ada anak atau cucu
6. Kakek jika tidak ada ayah
7. Saudara laki-laki dan saudara perempuan seibu
Hajb atau penghalang dalam waris:
1. Nenek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ibu
2. Kakek terhalang mendapatkan waris jika masih ada ayah
3. Saudara laki-laki seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak (laki-laki atau perempuan), cucu (laki-laki atau perempuan), ayah dan kakek ke atas
4. Saudara laki-laki seayah dan seibu tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, dan ayah
5. Saudara laki-laki seayah tidak mendapatkan waris jika masih ada anak laki-laki, cucu laki-laki, ayah dan saudara laki-laki seayah dan seibu
Kaedah yang perlu diingat : Siapa yang tumbuh dari si fulan, selama si fulan ini ada, maka ia tidak mendapatkan warisan. Misalnya seorang cucu tidaklah mendapatkan waris jika masih ada anak si mayit (ayah dari cucu tadi).
Yang menyebabkan saudara perempuan mendapatkan jatah separuh laki-laki karena adanya 4 orang:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki
3. Saudara laki-laki seayah dan seibu
4. Saudara laki-laki seayah
Paman laki-laki, anak laki-laki dari paman (sepupu), anak laki-laki dari saudara laki-laki (keponakan) dan tuan yang membebaskan budak mendapatkan waris tanpa saudara-saudara perempuan mereka.
2.5 Zakat
Pada dasarnya hukum zakat adalah wajib bila mampu secara finansial dan telah mencapai batas minimal bayar zakat atau yang disebut nisab. Dalam perhitungan zakat sendiri,dilakukan melalui proses administrasi.
v Rumus Perhitungan Zakat Fitrah
Zakat Fitrah Perorang = 3,5 x harga beras di pasaran perliter Contoh : Harga beras atau makanan pokok lokal yang biasa kita makan dan layak konsumsi di pasar rata-rata harganya Rp. 10.000,- maka zakat fitra yang harus dibayar setiap orang mampu adalah sebesar Rp. 35.000,-
v Rumus Perhitungan Zakat Profesi / Pekerjaan
Zakat Profesi = 2,5% x (Penghasilan Total - Pembayaran Hutang ) Menghitung Nisab Zakat Profesi = 520 x harga beras pasaran perkg Contoh : Ibnu mempunyai penghasilan 5 juta/bulan dipotong iuran mobil 1,5 juta. Jadi gaji bersih Ibnu 3,5 juta. Beras yang ia konsumsi Rp. 4.000/kg. Nisabnya : 520 x 4.000 = Rp. 2.080.000,- Zakat Profesi: 2,5% x 3.500.000= Rp. 87.500,-
v Menghitung Zakat Maal / Harta Kekayaan
Zakat Maal = 2,5% x Jumlah Harta Yang Tersimpan Selama 1 Tahun (tabungan dan investasi) Menghitung Nisab Zakat Mal = 85 x harga emas pasaran per gram
Contoh: Bu Yati memiliki total kekayaan 1 Milyar. Semua harta sudah dimiliki sejak satu tahun yang lalu. Harga emas pada masa itu Rp.250.000,-/gram.
Nisab Zakat Mal : 85 x 250.000= Rp. 21.250.000,- Karena harta Nyonya Upit Marupit lebih dari limit nisab, maka ia harus membayar zakat maal.
Zakat Maal : 2,5% x 1 Milyar = Rp. 25.000.000,-
2.6 Islam Dalam Akuntansi
Eksistensi akuntansi dalam Islam dapat kita lihat dari berbagai bukti sejarah maupun dari Al-Qur‟an. Dalam Surat Al-Baqarah ayat 282, dibahas masalah muamalah. Termasuk di dalamnya kegiatan jual-beli, utang-piutang dan sewa-menyewa. Dari situ dapat kita simpulkan bahwa dalam Islam telah ada perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanan utamanya adalah untuk tujuan kebenaran, kepastian, keterbukaan, dan keadilan antara kedua pihak yang memiliki hubungan muamalah. Dalam bahasa akuntansi lebih dikenal dengan accountability.
v Implementasi Akuntansi Syariah
Beberapa aktivitas kehidupan umat Islam yang memerlukan akuntansi, yaitu antara lain (Harahap, 2008)
a. Akuntansi Zakat.
Kewajiban zakat bagi muslim merupakan bukti betapa pentingnya peranan akuntansi bukan saja bagi perusahaan atau lembaga tetapi juga bagi perorangan.
b. Akuntansi Pemerintahan.
Pengelolaan kekayaan negara melalui lembaga terkenal seperti Baitul mal juga memerlukan akuntansi yang lebih teliti karena menyangkut harta masyarakat yang harus dipertanggung jawabkan, baik kepada rakyat maupun kepada Tuhan.
c. Akuntansi Warisan.
Untuk menghitung pembagian waris, Alquran telah memberikan petunjuk seperti yang terdapat dalam surat Annisa ayat 7 – 14.
d. Akuntansi Efisiensi. Islam menganjurkan bahkan mewajibkan efisiensi. Tuhan telah menggariskan bahwa pemborosan merupakan perbuatan setan yang harus dihindari.
e. Akuntansi Pertanggungjawaban atau Amanah.
Islam mewajibkan agar dalam bisnis kita berlaku jujur tidak mengambil hak orang lain dan menjaga amanah. Untuk itu perlu laporan pertanggungjawaban.
f. Akuntansi Kesaksian.
Untuk memjaga agar kebenaran tetap terjaga maka diperlukan pembuktian yang benar dari mereka yang mengetahui kebenaran.
g. Akuntansi Syarikat.
Salah satu bentuk usaha yang dianjurkan dalam Islam adalah bentuk Mudharabah atau Musyarakah. Dalam bentuk usaha seperti ini diperlukan sistem yang bisa memberikan informasi serta pertanggung jawaban agar jalannya kerjasama tetap berada dalam koridor keadilan dan kejujuran.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hubungan Islam dalam ilmu administrasi sangatlah berhubungan. Seperti dalam hal : Hutang piutang, hukum waris, zakat, akuntansi, pembagian sedekah dan lain-lain. Sumber-sumbernya terdapat dalam Al-Quran, sunah, dan hadis. Meskipun pada zaman Rasullah belum mengenal parlemen tapi pelaksanaannya memiliki kesamaan fungsi dengan parlemen. Pelaksanaan Administrasi sudah ada sejak zaman Rasullah SAW dan sudah diadaptasi oleh negara-negara musli maupun nonmuslim hingga sekarang.
3.2 Saran
Di upayakan bagi para pembaca agar bisa mengetahui dan memahami sistemadministrasi islam danpenerapannya Nabi Muhammad . Dan kita pun harus berusaha untuk merealisasikan dan mengimplementasikan kembalisistem administrasi islam dalam kehidupan kita di zaman sekarang ini. Karena sudah menjadi kewajiban bagi kita yang mengaku umat Rasulullah saw untuk merealisasikan dan mengimplementasikannya.
Dan penulis beriharapkan melahirkan solusi terbaik terhadap umat Islam di zaman sekarang yang mengalami krisis jati diri. Studi ini juga berusaha untuk menjawab kebingungan umat mengenai administrasi dalam Islam., kajian ini dapat dilanjutkan kembali dalam kesempatan yang akan datang guna menyempurnakannya. Serta penulis berharap kajian menjadi cikal bakal bangkitnya kembali administrasi islam sebagaimana yang pernah di implementasikan oleh Rasulullah saw
DAFTAR PUSTAKA
http://www.alquran-sunnah.com/artikel/kategori/fiqh/814-hukum-membayar-zakat-fithri-dengan-uang.html
http://www.lampuislam.blogspot.com/2013/07/rumus-cara-menghitung-zakat-maalharta.html
http://www.belajar-alquran.com/artikel/kategori/Hukum-waris.html
http://www.website-cerdas.com/2010/03/Ilmu-Administrasi.html
No comments:
Post a Comment