Wednesday, 3 May 2017

Makalah Pengambilan Keputusan



            A.    Pengantar
            Hampir setiap saat didalam kehidupan manusia dari sejak ia bangun tidur sampai ia tidur kembali membuat keputusan. Manusia mengambil dan melakukan suatu tindakan sudah tentu karena sebelumnya telah berlangsung proses pengambilan keputusan dalam pikirannya. Dengan demikian sesungguhnya manusia telah terbiasa untuk mengambil keputusan meskipun hal itu dilakukan tidak secara sistematis dalam suatu langkah tertentu. Lagi pula proses pengambilan keputusan dan keputusan yang diambil tidak perlu dipertanggungjawabkan atau dilaporkan karena tidak ditujukan untuk kepentingan kerja sama kelompok atau organisasi.
            Dalam hubungannya dengan aktivitas kerja sama kelompok atau organisasi dimana ada pimpinan dan bawahan, maka aktivitas pengambilan keputusan merupakan tugas utama dari pimpinan. Dalam hal ini ada yang berpendapat, bahwa pengambilan keputusan adalah inti dari kepemimpinan dan inti dari pengambilan keputusan adalah hubungan manusia atau sebaliknya disebut pengambilan keputusan adalah inti dari hubungan manusia. Harold Koontz (1989) mengatakan, management is decision making. Apa pun yang menjadi pendapat orang,baik yang mengatakan inti dari manajemen adalah pengambilan keputusan, inti dari kepemimpinan adalah pengambilan keputusan, inti dari hubungan manusia adalah pengambilan keputusan, maka hal yang tidak dapat dipungkiri ialah, bahwa pengambilan keputusan merupakan satu dimensi kegiatan dan lingkup studi Ilmu Administrasi. Ini berarti, bahwa dalam setiap kerja sama organisasi selalu berlangsung atau dilakukan aktivitas pengambilan keputusan (decision making).
            Kegiatan pengambilan keputusan dilakukan oleh orang dalam setiap tingkatan organisasi (level of organization), yaitu puncak (top), menengah (middle) dan bawah (lower) atau supervisor. Pengambilan keputusan antara lain dimaksudkan untuk merumuskan kebijaksanaan umum (general policy) atau kebijaksanaan operasional atau teknis (technical policy) sebelum atau pada saat dan setelah kegiatan berlangsung, baik oleh sebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan (deviasi) atau tanpa ada penyimpangan-penyimpangan pencapaian tujuan. Di dalam melaksanakan fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan staf, penggerakan dan pengawasan setiap pimpinan harus menentukan sikap melalui proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain, dalam setiap kegiatan dari masing-masing fungsi manajemen selalu berlangsung proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu tugas pimpinan dalam rangka pelaksanaan fungsi manajemen (execution of management functions) ialah melakukan analisis masalah dan mengambil keputusan.
            Kegiatan pengambilan keputusan berlangsung tidak lain karena dihadapkan pada suatu problem tentang bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana yang telah dikemukakan, masalah (tidak berarti karena terjadi penyimpangan dalam pencapaian tujuan atau sasaran tidak tercapai sebagaimana direncanakan) bias terjadi pada waktu merencanakan suatu kegiatan atau pada saat kegiatan sedang berlangsung. Dan untuk situasi yang terakhir ini maka, masalah atau  persoalan atau problema ialah suatu deviasi atau penyimpangan dari standard atau dari apa yang dianggap normal. Dengan kata lain, problema adalah suatu penyimpangan atau deviasi secara tidak diduga sebelimnya dari apa yan dikehendaki, diperhitungkan, direncanakan atau diperintahkan (Prajudi Atmosudirjo,1980).
            Untuk mengatasi suatu masalah atau deviasi maka perlu diambil keputusan yang tepat untuk dilaksanakan hingga tujuan bias tercapai. Apabila berhubungan dengan sumber-sumber, sarana dan prasarana misalnya, maka keputusan (decision) diambil dalam rangka pengerahan dan penggunaan sumber-sumber, sarana dan prasaranauntuk mencapai hasil tertentu. Mencari jalan keluar dari suatu masalah, biasanya dapat dirumuskan dan diidentifikasi berbagai kemungkinan alternative-alternatif. Dan keputusan itu sendiri merupakan salah satu dari alternative yang sudah diidentifikasi, sehingga dalam analisis masalah perlu dijabarkan syarat-syarat yang sebaiknya dipenuhi oleh alternative yang nantinya akan dipilih menjadi keputusan.


B.     Definisi Pengambilan Keputusan
            Defenisi-defenisi Pengambilan Keputusan Menurut Beberapa Ahli :
  1. G. R. Terry
            Pengambilan keputusan dapat didefenisikan sebagai “pemilihan alternatif kelakuan tertentu dari dua atau lebih alternatif yang ada”.
2.       Harold Koontz dan Cyril O’Donnel
            Pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara bertindak—adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau reputasi yang telah dibuat.
3.      Theo Haiman
            Inti dari semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara bertindak. Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
4.      Drs. H. Malayu S.P Hasibuan
            Pengambilan keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah alternative untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
5.      Chester I. Barnard
            Keputusan adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran proses keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa pengertian tingkah laku organisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.
            Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang ada.

C.    Proses Pengambilan Keputusan
            Keputusan adalah jawaban atau respons terhadap masalah yang dihadapi, meskipun keputusan tersebut tidak selalu merupakan pemecahan atau jalan keluar (solution) dari suatu masalah. Secara umum, langkah-langkah dalam proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
  1. Proses identifikasi atau perumusan persoalan keputusan. Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penggunaan seven tools dalam manajemen biasanya dapat membantu proses identifikasi ini.
  2. Penetapan parameter dan variabel yang merupakan bagian dari sebuah persoalan keputusan. Biasanya pemecahan masalah yang menggunakan model matematika sangat memerlukan adanya variabel yang terukur.
  3. Penetapan alternatif-alternatif pemecahan persoalan. Alternatif pemecahan masalah didapatkan dari analisis pemecahaan masalah.
  4. Penetapan kriteria pemilihan alternatif untuk mendapatkan alternatif yang terbaik. Biasanya kriteria pemilihan ini didasarkan pada pay off atau hasil dari keputusan.
  5. Pelaksanaan keputusan dan evaluasi hasilnya. Tahap ini disebut tahap implementasi, dimana alternatif solusi yang terpilih akan diterapkan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu akan dievaluasi hasilnya berdasarkan peningkatan atau penurunan pay off atau hasil.
Kesimpulan : Dari poin-poin diatas dapat kita ketahui bahwa dalam proses pengambilan keputusan hendaknya di awali dengan jenis keputusan yang akan diambil, setelah kita mengetahui jenisnya barulah kita tentukan langkah pengambilan keputusan yang meliputi proses identifikasi, penetapan parameter, alternatif, kriteria serta mengevaluasi hasilnya atau disebut tahap implementasi. Sehingga pada akhirnya terciptalah sebuah keputusan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika manajemen organisasi seperti itu seharusnya tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan dalam pengambilan keputusan seperti kasus Gayus tersebut. Semoga pemegang kekuasaan pengambilan keputusan seperti Pengadilan atau Mahkamah Agung hendaknya perlu membangun sistem pengambilan yang terbaik demi terciptanya rasa keadilan bagi seluruh warga negara.
            Kohler (et all), dalam buku organizational Communication, mengidentifikasi model-model pengambilan keputusan sebagai berikut :
1)      Model tingkah laku, yaitu model pengambilan keputusan berdasarkan pola perilaku orang yang terlibat dalam organisasi. Dalam konsep ini pengambilan keputusan berkenaan dengan tiga hal, yaitu : (a) tujuan yang ingin dicapai, (b) ekspektasi (harapan) tentang konsekuensi keputusan, dan (c) pilihan alternative.
2)      Model informasi, yaitu model yang mendasarkan pada asumsi :
a)      Informasi merupakan kondisi yang harus dipenuhi dalam proses pengambilan keputusan.
b)      Informasi yang diberikan seseorang yang memegang posisi atau jabatan tinggi dalam organisasi dan dikenal lebih dipercaya sebagai bahan.
c)      Informasi yang diperoleh selalu diuji dengan  informasi yang sudah ada. Dan apabila bertentangan, maka informasi yang diperoleh cenderung tidak dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan.
3)      Model normative ; model ini dimulai dengan mengidentifikasi apa yang dilakukan oleh manajer yang baik, kemudian member pedoman tentang bagaimana seorang manajer harus mengambil keputusan dengan mengikuti proses melalui penjawaban pertanyaan sebagai berikut :
a)      Apakah ada syarat kualitas, missal : keputusan lebih rasional dari yang lain.
b)      Apakah decision maker mempunyai informasi atau data yang cukup.
c)      Apakah problemnya berstruktur.
d)     Apakah keputusan diterima oleh bawahan merupakan hal yang penting.
e)      Apakah keputusan dibuat sendiri oleh pimpinan dan yakin diterima oleh bawahan.
f)       Apakah bawahan merasa ada manfaat terhadap tujuan yang ingin dicapai dengan pemecahan masalah tersebut.
g)      Apakah pemecahan masalah tidak akan menimbulkan konflik.
h)      Apakah bawahan mempunyai cukup informasi dan kemampuan dalam menjalankan keputusan yang didelegasikan.
            Masalah-masalah pengambilan keputusan secara sistematik, secara deskriptif dihadapkan pada dua permasalahan, yaitu :
1.      Situasi lingkungan yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi, sebab lingkungan mempunyai karakteristik :
a.       Ketidakpastian (uncertainty), baik dalam derajat deterministic, probabilistic, maupun stable dan unstable.
b.      Mengandung resiko (risk).
c.       Kompleks.
d.      Keterbatasan recources yang tersedia.
2.      Kemampuan manusia yang relative terbatas di dalam memecahkan suatu masalah. Meskipun demikian manusia memiliki alat yang dapat dimanfaatkan, antara lain :
a.       Kecerdasan; dalam memahami dan menyusun berbagai tindakan pilihan.
b.      Persepsi; belajar belajar dari apa yang dilihat dan apa yang diamati dan diterapkan dalam memberikan pilihan.
c.       Falsafah; pandangan dan prinsip hidup yang membuat kita memiliki preferensi terhada berbagai hasil yang diharapkan dapat diperoleh dari keputusan.
Bagaimanapun kompleksitas situasi lingkungan dan keterbatasan kemampuan manusia, apabila dihadapkan atau berhadapan dengan masalah mau tidak mau dia harus mengambil keputusan akan tindakan yang akan dilaksanakan. Pada umumnya ada tiga elemen yang perlu diperhatikan dalam pembuatan keputusan, yaitu:
1.      Siapa dan ditingkat mana keputusan diambil.
2.      Bagaimana hakikat dari permasalahan.
3.      Bagaimana hakikat pengambilan keputusan.
Adapun langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh dalam proses pengambilan keputusan biasanya adalah dengan :
1.      Selidiki tujuan dan subtujuan.
2.      Bandingkan hasil nyata dengan tujuan.
3.      Merumuskan masalah. Dalam hal masalah dapat diklasifikasikan atas : a) structured problems (masalah yang berstruktur) dan b) unstructured problems (masalah yang tidak berstruktur).
4.      Menganalisis masalah. Tujuan dari analisis masalah, ialah mengidentifikasi perubahan yang menimbulkan penyebab itu. Adapun proses analisis masalah itu terdiri dari :
a.       Merumuskan apa yang menjadi masalah dan bagaimana sifat-sifatnya.
b.      Menetapkan mana masalah yang lebih relevan,
c.       Mencari apa yang menjadi penyebabnya.
d.      Mengetes ketepatan atau kebenaran dari setiap penyebab.
5.      Menetukan pedoman pemecahan masalah, yaitu menyangkut garis-garis besar pemecahan masalah secara konsepsional, missal: waktu yang dialokasikan, kriteria yang digunakan, tujuan pemecahan dan lain-lain.
6.      Mengumpulkan dan menganalisis data yang relevan terhadap permasalahan.
7.      Mengidentifikasi dan mengembangkan alternative.
8.      Menganalisis dan menilai setiap alternative.
9.      Memilih dan menetapkan alternative yan terbaik.
10.  Implementasi alternative yang dipilih (keputusan).
11.  Menilai umpan balik.
Apabila umpan balik sebagaimana hasil yang dicapai sudah mendekati, sesuai atau bahkan melebihi dari tujuan yang direncanakan, maka proses pengambilan keputusan sudah berhasil dengan baik. Akan tetapi hasil yang dicapai belum menghilangkan deviasi dan mungkin lebih merosot (deviasi semakin melebar), maka ada beberapa kemungkinan yang harus diperhatikan sebagai penyebabnya dan segera dilakukan perbaikan, yaitu :
1.      Tujuan tidak jelas.
2.      Analisis masalah kurang cermat.
3.      Proses pengambilan keputusan yang kurang tepat.
4.      Perangkat pelaksana yang lemah.
5.      Sarana dan prasarana yang tidak memadai.
Mengikuti pandangan Messie dan Douglas (1975), maka ada lima elemen dasar dalam proses pembuatan keputusan yang rasional, yaitu :
1.      Mengerti situasi permasalahan.
2.      Diagnosis dan mendefinisikan masalah.
3.      Meneliti untuk dan analisis alternatif-alternatif.
4.      Mengevaluasi alternatif-alternatif dan memilih tindakan.
5.      Jaminan bahwa keputusan diterima semua anggota.



D.     Teori Pengambilan Keputusan
    1. Teori Rasional Komprehensif
            Teori pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak diterima oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama dari teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
  1.  Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.
  2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya sesuai dengan urutan kePentingannya
  3. Berbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara saksama.
  4. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh setiap altenatif Yang diPilih diteliti.
  5. Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang menyertainya,
    dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.
  6. Pembuat keputusan akan memilih alternatif’ dan akibat-akibatnya’ yang dapat memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau Sasaran yang telah digariskan.
            Teori rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964′ 1959)’ Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan terumuskan dengan jelas.
            Lebih lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah secara tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini masyarakat. Asumsi penganjur model rasionar bahwa antara fakta-fakta dan nilai-nilai dapat dengan mudah dibedakan, bahkan dipisahkan, tidak pemah terbukti dalam kenyataan sehari-hari. Akhirnya, masih ada masalah’ yang disebut ,,sunk_cost,,. Keputusan_-keputusan, kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu dalam kebijaksanaan dan program-program yang ada sekarang kemungkinan akan mencegah pembuat keputusan untuk membuat keputusan yang berbeda sama sekali dari yang sudah ada.
            Untuk konteks negara-negara sedang berkembang, menurut R’s. Milne (1972), model irasionar komprehensif ini jelas tidak akan muduh diterapkan. Sebabnya ialah: informasi/data statistik tidak memadai ; tidak memadainya perangkat teori yang siap pakai untuk kondisi- kondisi negara sedang berkembang ; ekologi budaya di mana sistem pembuatan keputusan itu beroperasi juga tidak mendukung birokrasi di negara sedang-berkembang umumnya dikenal amat lemah dan tidak sanggup memasok unsur-unsur rasionar dalam pengambilan keputusan.
2.      Teori Inkremental
            Teori inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai berikut:
  1. Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan empiris yang diperlukan untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal yang saling terkait daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
  2.  Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan beberapa altematif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan altematif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau marginal bila dibandingkan dengan kebijaksanaan yang ada sekarang.
  3. Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat yang mendasar saja yang akan dievaluasi.
  4. Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan didedifinisikan secara terarur. Pandangan inkrementalisme memberikan kemungkin untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat ditanggulangi.
  5.  Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan yang tepat bagi tiap masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak pada keyakinan bahwa berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada keputusan tertentu meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
  6.  Pembuatan keputusan yang inkremental pada hakikatnya bersifat perbaikan-perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan untuk memperbaiki ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam mengatasi masalahsosial yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan datang.
            Keputusan-keputusan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari saling memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai pihak yang terlibat dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya majemuk paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan lebih gampang untuk mencapai kesepakatan apabila masalah-masalah yang diperdebatkan oleh berbagai kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk memodifikasi terhadap program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut menyangkut isu-isu kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal yang memiliki sifat ” ambil semua atau tidak sama sekali.
            Karena para pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti khususnya yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa datang, maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko dan biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu Paham inkremental ini juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain yang diperlukan untuk melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua altematif untuk memecahkan masalah-masalah yang ada
                                                                                                   
3.      Teori Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)
            Penganjur teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori rasional komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang lemah dan yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya praktis akan terabaikan.
            Lebih lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung mengabaikan peluang bagi perlunya pembaruan sosial (social inovation) yang mendasar.
            Oleh karena itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan keputusan cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi sarjana seperti Dror– yang pada dasamya merupakan salah seorang penganjur teori rasional yang terkemuka — model inkremental ini justru dianggapnya merupakan strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang, sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan-perbaikan besar-besaran.
            Model pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif pengambilan keputusan ‘tersebul Dengan demikian, moder pengamatan terpadu ini pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan model rasional komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan keputusan.


E.     Jenis-Jenis Keputusan Organisasi
  1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti, pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Pengambilan keputusan yang berdasarkan intuisi membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan.
  1. Pengambilan Keputusan Rasional
Keputusan yang bersifat rasional  berkaitan dengan daya guna. Masalah – masalah yang dihadapi merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat, keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu.
  1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Fakta
Ada yang berpendapat bahwa sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai. Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi. Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data. Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid, namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.
  1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Pengalaman
Sering kali terjadi bahwa sebelum mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui arsip-arsip penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman-pengalaman masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya, maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama atau tidak dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat menerapkan cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam hal tersebut, pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah. Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam memudahkan pemecaha masalah.
  1. Pengambilan Keputusan Berdasarkan Wewenang
Banyak sekali keputusan yang diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang efektif dan efisien. Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata akan menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial. Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang jelas.


F.     Kriteria pengambilan Keputusan
Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan menjadi pedoman perilaku para pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kategori, yaitu:
  1. Nilai-nilai Politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematil itu bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat demi keuntungan politik’ dan kebijaksanaan dengan demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan dari partai politik atau tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
2.      Nilai-nilai organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi, semisal badan-badan administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang nilai-nilai semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambil keputusan dalam organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh pertimbangan-pertimbangan semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk melihat organisasinya tetap lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak istimewa yang selama ini dinikmati.
3.      Nilai-nitai Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial’ reputasi diri, atau posisi historis kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat teputusan sebagai kriteria dalam pengambilan keputusan.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadinya’misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
4.      Nilai-nilai Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan, yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik inr semata-mata hanyalah dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula bertindak berdasarkan atas penepsi mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar. Seorang wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan sipil mungkin akan bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang secara moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang merupakan tujuan kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa perjuangan itu mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik yang fatal.
5.      Nilai-nilai Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi masyarakat yang meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari orang-orang atau bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya sendiri — telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar negeri maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju kemerdekaan, nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan semangat perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan kekuatan kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat dari sudut perilaku politik regim, telah berfungsi sebagai resep untuk melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan ideologi ini kerapkali juga dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi partisipasi politik atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solichin, 1987).




G.    Fungsi Dan Tujuan Pengambilan Keputusan
    1. Fungsi Pengambilan Keputusan
1.      Pangkal permulaan dari semua aktifitas manusia yang sadar dan terarah.
2.      Sesuatu yang bersifat futuristic, artinya bersangkut paut dengan hari depan masa yang akan dating dimana efeknya/pengaruhnya berlangsung cukup lama
b.      Tujuan Pengambilan Keputusan
1.      Tujuan yang bersifat tunggal terjadi apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa sekali diputuskan, tidak ada kaitannya dengan masalah lain.
2.      Tujuan yang bersifat ganda terjadi apabila keputusan yang dihasilkan menyangkut lebih dari lebih dari satu masalah, artinya keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua (atau lebih) masalah yang bersifat kontradiktif atau yang bersifat tidak kontradiktif.


H.    Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
  1. POSISI/KEDUDUKAN
Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/kedudukan seseorang dapat dilihat dalam hal berikut:
·          Letak posisi
Dalam hal ini apakah is sebagai pembuat keputusan (decision maker),penentu keputusan (decision taker) ataukah staf (staffer).
·         Tingkatan posisi
Dalam hal ini apakah sebagai strategi, policy, peraturan, organisasional, operasional, teknis.
  1. MASALAH
Masalah atau problem adalah apa yang menjadi peng-halang untuk tercapainya tujuan, yang merupakan penyimpangan daripada apa yang diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan.
  1. SITUASI
Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan, yang berkaitan satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat. Faktor-faktor itu dapat dibedakan atas dua, yaitu sebagai berikut:
·         Faktor-faktor yang konstan (C), yaitu faktor-faktor yang sifatnya tidak berubah-ubah atau tetap keadaanya.
·         Faktor-faktor yang tidak konstan, atau variabel (V), yaitu faktor-faktor yang sifatnya selalu berubah-ubah, tidak tetap keadaannya.
  1. KONDISI
Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya ber-buat atau kemampuan kita. Sebagian besar faktor-faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya.
5.      TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan, tujuan unit (kesatuan) tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya telah tertentu atau telah ditentukan. Tujuan yang ditentukan dalam pengambilan keputusan merupakan tujuan antara atau objective.

  1. Model Pengambilan Keputusan
    1. Model Pengambilan Keputusan dalam Keadaan Kepastian (Certainty). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) hanya mempunyai satu hasil (pay off tunggal). Model ini disebut juga Model Kepastian/ Deterministik.
    2. Model Pengambilan Keputusan dalam kondisi Berisiko (Risk). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya dapat diperhitungakan atau dapat diketahui. Model Keputusan dengan Risiko ini disebut juga Model Stokastik.
    3. Model Pengambilan Keputusan dengan Ketidakpastian (Uncertainty). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan) mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil probabilitasnya tidak dapat diketahui/ditentukan. Model Keputusan dengan kondisi seperti ini adalah situasi yang paling sulit untuk pengambilan keputusan. (Kondisi yang penuh ketidakpastian ini relevan dengan apa yang dipelajari dalam Game Theory)

                

Kesimpulan
            Keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan. Harus diketahui telebih dahulu masalahnya dan dirumuskan dengan jelas, sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang ada. Proses pengambilan keputusan hendaknya di awali dengan jenis keputusan yang akan diambil, setelah kita mengetahui jenisnya barulah kita tentukan langkah pengambilan keputusan yang meliputi proses identifikasi, penetapan parameter, alternatif, kriteria serta mengevaluasi hasilnya atau disebut tahap implementasi. Sehingga pada akhirnya terciptalah sebuah keputusan yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika manajemen organisasi seperti itu seharusnya tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan dalam pengambilan keputusan.



DAFTAR PUSTAKA








No comments:

Post a Comment