A.
Pengantar
Hampir
setiap saat didalam kehidupan manusia dari sejak ia bangun tidur sampai ia
tidur kembali membuat keputusan. Manusia mengambil dan melakukan suatu tindakan
sudah tentu karena sebelumnya telah berlangsung proses pengambilan keputusan
dalam pikirannya. Dengan demikian sesungguhnya manusia telah terbiasa untuk
mengambil keputusan meskipun hal itu dilakukan tidak secara sistematis dalam
suatu langkah tertentu. Lagi pula proses pengambilan keputusan dan keputusan
yang diambil tidak perlu dipertanggungjawabkan atau dilaporkan karena tidak
ditujukan untuk kepentingan kerja sama kelompok atau organisasi.
Dalam
hubungannya dengan aktivitas kerja sama kelompok atau organisasi dimana ada
pimpinan dan bawahan, maka aktivitas pengambilan keputusan merupakan tugas utama
dari pimpinan. Dalam hal ini ada yang berpendapat, bahwa pengambilan keputusan
adalah inti dari kepemimpinan dan inti dari pengambilan keputusan adalah
hubungan manusia atau sebaliknya disebut pengambilan keputusan adalah inti dari
hubungan manusia. Harold Koontz (1989) mengatakan, management is decision
making. Apa pun yang menjadi pendapat orang,baik yang mengatakan inti dari
manajemen adalah pengambilan keputusan, inti dari kepemimpinan adalah
pengambilan keputusan, inti dari hubungan manusia adalah pengambilan keputusan,
maka hal yang tidak dapat dipungkiri ialah, bahwa pengambilan keputusan
merupakan satu dimensi kegiatan dan lingkup studi Ilmu Administrasi. Ini
berarti, bahwa dalam setiap kerja sama organisasi selalu berlangsung atau
dilakukan aktivitas pengambilan keputusan (decision making).
Kegiatan
pengambilan keputusan dilakukan oleh orang dalam setiap tingkatan organisasi
(level of organization), yaitu puncak (top), menengah (middle) dan bawah
(lower) atau supervisor. Pengambilan keputusan antara lain dimaksudkan untuk
merumuskan kebijaksanaan umum (general policy) atau kebijaksanaan operasional
atau teknis (technical policy) sebelum atau pada saat dan setelah kegiatan
berlangsung, baik oleh sebab terjadinya penyimpangan-penyimpangan (deviasi)
atau tanpa ada penyimpangan-penyimpangan pencapaian tujuan. Di dalam
melaksanakan fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, penyusunan
staf, penggerakan dan pengawasan setiap pimpinan harus menentukan sikap melalui
proses pengambilan keputusan. Dengan kata lain, dalam setiap kegiatan dari
masing-masing fungsi manajemen selalu berlangsung proses pengambilan keputusan.
Oleh karena itu tugas pimpinan dalam rangka pelaksanaan fungsi manajemen
(execution of management functions) ialah melakukan analisis masalah dan
mengambil keputusan.
Kegiatan
pengambilan keputusan berlangsung tidak lain karena dihadapkan pada suatu
problem tentang bagaimana mencapai tujuan yang diinginkan. Sebagaimana yang
telah dikemukakan, masalah (tidak berarti karena terjadi penyimpangan dalam
pencapaian tujuan atau sasaran tidak tercapai sebagaimana direncanakan) bias
terjadi pada waktu merencanakan suatu kegiatan atau pada saat kegiatan sedang
berlangsung. Dan untuk situasi yang terakhir ini maka, masalah atau persoalan atau problema ialah suatu deviasi
atau penyimpangan dari standard atau dari apa yang dianggap normal. Dengan kata
lain, problema adalah suatu penyimpangan atau deviasi secara tidak diduga
sebelimnya dari apa yan dikehendaki, diperhitungkan, direncanakan atau
diperintahkan (Prajudi Atmosudirjo,1980).
Untuk
mengatasi suatu masalah atau deviasi maka perlu diambil keputusan yang tepat
untuk dilaksanakan hingga tujuan bias tercapai. Apabila berhubungan dengan
sumber-sumber, sarana dan prasarana misalnya, maka keputusan (decision) diambil
dalam rangka pengerahan dan penggunaan sumber-sumber, sarana dan prasaranauntuk
mencapai hasil tertentu. Mencari jalan keluar dari suatu masalah, biasanya
dapat dirumuskan dan diidentifikasi berbagai kemungkinan
alternative-alternatif. Dan keputusan itu sendiri merupakan salah satu dari
alternative yang sudah diidentifikasi, sehingga dalam analisis masalah perlu
dijabarkan syarat-syarat yang sebaiknya dipenuhi oleh alternative yang nantinya
akan dipilih menjadi keputusan.
B. Definisi
Pengambilan Keputusan
Defenisi-defenisi
Pengambilan Keputusan Menurut Beberapa Ahli :
- G. R. Terry
Pengambilan
keputusan dapat didefenisikan sebagai “pemilihan alternatif kelakuan tertentu
dari dua atau lebih alternatif yang ada”.
2. Harold Koontz dan Cyril
O’Donnel
Pengambilan
keputusan adalah pemilihan diantara alternatif-alternatif mengenai sesuatu cara
bertindak—adalah inti dari perencanaan. Suatu rencana dapat dikatakan tidak
ada, jika tidak ada keputusan suatu sumber yang dapat dipercaya, petunjuk atau
reputasi yang telah dibuat.
3. Theo Haiman
Inti dari
semua perencanaan adalah pengambilan keputusan, suatu pemilihan cara bertindak.
Dalam hubungan ini kita melihat keputusan sebagai suatu cara bertindak yang
dipilih oleh manajer sebagai suatu yang paling efektif, berarti penempatan
untuk mencapai sasaran dan pemecahan masalah.
4. Drs. H. Malayu S.P Hasibuan
Pengambilan
keputusan adalah suatu proses penentuan keputusan yang terbaik dari sejumlah
alternative untuk melakukan aktifitas-aktifitas pada masa yang akan datang.
5. Chester I. Barnard
Keputusan
adalah perilaku organisasi, berintisari perilaku perorangan dan dalam gambaran
proses keputusan ini secara relative dan dapat dikatakan bahwa pengertian
tingkah laku organisasi lebih penting dari pada kepentingan perorangan.
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah proses
pemilihan alternatif solusi untuk masalah. Secara umum pengambilan keputusan
adalah upaya untuk menyelesaikan masalah dengan memilih alternatif solusi yang
ada.
C.
Proses Pengambilan Keputusan
Keputusan adalah jawaban atau
respons terhadap masalah yang dihadapi, meskipun keputusan tersebut tidak
selalu merupakan pemecahan atau jalan keluar (solution) dari suatu masalah. Secara umum, langkah-langkah dalam proses pengambilan
keputusan adalah sebagai berikut:
- Proses identifikasi atau perumusan persoalan keputusan.
Identifikasi masalah dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penggunaan
seven tools dalam manajemen biasanya dapat membantu proses identifikasi
ini.
- Penetapan parameter dan variabel yang merupakan bagian
dari sebuah persoalan keputusan. Biasanya pemecahan masalah yang
menggunakan model matematika sangat memerlukan adanya variabel yang
terukur.
- Penetapan alternatif-alternatif pemecahan persoalan.
Alternatif pemecahan masalah didapatkan dari analisis pemecahaan masalah.
- Penetapan kriteria pemilihan alternatif untuk
mendapatkan alternatif yang terbaik. Biasanya kriteria pemilihan ini
didasarkan pada pay off atau hasil dari keputusan.
- Pelaksanaan keputusan dan evaluasi hasilnya. Tahap ini
disebut tahap implementasi, dimana alternatif solusi yang terpilih akan
diterapkan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu akan dievaluasi
hasilnya berdasarkan peningkatan atau penurunan pay off atau hasil.
Kesimpulan : Dari poin-poin diatas dapat kita ketahui bahwa
dalam proses pengambilan keputusan hendaknya di awali dengan jenis keputusan
yang akan diambil, setelah kita mengetahui jenisnya barulah kita tentukan
langkah pengambilan keputusan yang meliputi proses identifikasi, penetapan
parameter, alternatif, kriteria serta mengevaluasi hasilnya atau disebut tahap
implementasi. Sehingga pada akhirnya terciptalah sebuah keputusan yang adil dan
menguntungkan kedua belah pihak. Jika manajemen organisasi seperti itu
seharusnya tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan dalam pengambilan keputusan
seperti kasus Gayus tersebut. Semoga pemegang kekuasaan pengambilan keputusan
seperti Pengadilan atau Mahkamah Agung hendaknya perlu membangun sistem
pengambilan yang terbaik demi terciptanya rasa keadilan bagi seluruh warga
negara.
Kohler
(et all), dalam buku organizational Communication, mengidentifikasi model-model
pengambilan keputusan sebagai berikut :
1)
Model tingkah
laku, yaitu model pengambilan keputusan berdasarkan pola perilaku orang yang terlibat
dalam organisasi. Dalam konsep ini pengambilan keputusan berkenaan dengan tiga
hal, yaitu : (a) tujuan yang ingin dicapai, (b) ekspektasi (harapan) tentang
konsekuensi keputusan, dan (c) pilihan alternative.
2)
Model informasi,
yaitu model yang mendasarkan pada asumsi :
a)
Informasi
merupakan kondisi yang harus dipenuhi dalam proses pengambilan keputusan.
b)
Informasi yang
diberikan seseorang yang memegang posisi atau jabatan tinggi dalam organisasi
dan dikenal lebih dipercaya sebagai bahan.
c)
Informasi yang
diperoleh selalu diuji dengan informasi
yang sudah ada. Dan apabila bertentangan, maka informasi yang diperoleh
cenderung tidak dipergunakan dalam proses pengambilan keputusan.
3)
Model normative
; model ini dimulai dengan mengidentifikasi apa yang dilakukan oleh manajer
yang baik, kemudian member pedoman tentang bagaimana seorang manajer harus
mengambil keputusan dengan mengikuti proses melalui penjawaban pertanyaan
sebagai berikut :
a)
Apakah ada
syarat kualitas, missal : keputusan lebih rasional dari yang lain.
b)
Apakah decision
maker mempunyai informasi atau data yang cukup.
c)
Apakah
problemnya berstruktur.
d)
Apakah keputusan
diterima oleh bawahan merupakan hal yang penting.
e)
Apakah keputusan
dibuat sendiri oleh pimpinan dan yakin diterima oleh bawahan.
f)
Apakah bawahan
merasa ada manfaat terhadap tujuan yang ingin dicapai dengan pemecahan masalah
tersebut.
g)
Apakah pemecahan
masalah tidak akan menimbulkan konflik.
h)
Apakah bawahan
mempunyai cukup informasi dan kemampuan dalam menjalankan keputusan yang
didelegasikan.
Masalah-masalah pengambilan
keputusan secara sistematik, secara deskriptif dihadapkan pada dua
permasalahan, yaitu :
1.
Situasi
lingkungan yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi, sebab lingkungan
mempunyai karakteristik :
a.
Ketidakpastian
(uncertainty), baik dalam derajat deterministic, probabilistic, maupun stable
dan unstable.
b.
Mengandung
resiko (risk).
c.
Kompleks.
d.
Keterbatasan
recources yang tersedia.
2.
Kemampuan
manusia yang relative terbatas di dalam memecahkan suatu masalah. Meskipun
demikian manusia memiliki alat yang dapat dimanfaatkan, antara lain :
a.
Kecerdasan;
dalam memahami dan menyusun berbagai tindakan pilihan.
b.
Persepsi;
belajar belajar dari apa yang dilihat dan apa yang diamati dan diterapkan dalam
memberikan pilihan.
c.
Falsafah;
pandangan dan prinsip hidup yang membuat kita memiliki preferensi terhada
berbagai hasil yang diharapkan dapat diperoleh dari keputusan.
Bagaimanapun
kompleksitas situasi lingkungan dan keterbatasan kemampuan manusia, apabila
dihadapkan atau berhadapan dengan masalah mau tidak mau dia harus mengambil
keputusan akan tindakan yang akan dilaksanakan. Pada umumnya ada tiga elemen
yang perlu diperhatikan dalam pembuatan keputusan, yaitu:
1.
Siapa dan
ditingkat mana keputusan diambil.
2.
Bagaimana
hakikat dari permasalahan.
3.
Bagaimana hakikat
pengambilan keputusan.
Adapun
langkah-langkah yang sebaiknya ditempuh dalam proses pengambilan keputusan
biasanya adalah dengan :
1.
Selidiki tujuan
dan subtujuan.
2.
Bandingkan hasil
nyata dengan tujuan.
3.
Merumuskan
masalah. Dalam hal masalah dapat diklasifikasikan atas : a) structured problems
(masalah yang berstruktur) dan b) unstructured problems (masalah yang tidak
berstruktur).
4.
Menganalisis
masalah. Tujuan dari analisis masalah, ialah mengidentifikasi perubahan yang
menimbulkan penyebab itu. Adapun proses analisis masalah itu terdiri dari :
a.
Merumuskan apa
yang menjadi masalah dan bagaimana sifat-sifatnya.
b.
Menetapkan mana
masalah yang lebih relevan,
c.
Mencari apa yang
menjadi penyebabnya.
d.
Mengetes
ketepatan atau kebenaran dari setiap penyebab.
5.
Menetukan
pedoman pemecahan masalah, yaitu menyangkut garis-garis besar pemecahan masalah
secara konsepsional, missal: waktu yang dialokasikan, kriteria yang digunakan,
tujuan pemecahan dan lain-lain.
6.
Mengumpulkan dan
menganalisis data yang relevan terhadap permasalahan.
7.
Mengidentifikasi
dan mengembangkan alternative.
8.
Menganalisis dan
menilai setiap alternative.
9.
Memilih dan
menetapkan alternative yan terbaik.
10. Implementasi alternative yang dipilih (keputusan).
11. Menilai umpan balik.
Apabila
umpan balik sebagaimana hasil yang dicapai sudah mendekati, sesuai atau bahkan
melebihi dari tujuan yang direncanakan, maka proses pengambilan keputusan sudah
berhasil dengan baik. Akan tetapi hasil yang dicapai belum menghilangkan deviasi
dan mungkin lebih merosot (deviasi semakin melebar), maka ada beberapa
kemungkinan yang harus diperhatikan sebagai penyebabnya dan segera dilakukan
perbaikan, yaitu :
1.
Tujuan tidak
jelas.
2.
Analisis masalah
kurang cermat.
3.
Proses
pengambilan keputusan yang kurang tepat.
4.
Perangkat
pelaksana yang lemah.
5.
Sarana dan
prasarana yang tidak memadai.
Mengikuti
pandangan Messie dan Douglas (1975), maka ada lima elemen dasar dalam proses
pembuatan keputusan yang rasional, yaitu :
1.
Mengerti situasi
permasalahan.
2.
Diagnosis dan
mendefinisikan masalah.
3.
Meneliti untuk
dan analisis alternatif-alternatif.
4.
Mengevaluasi
alternatif-alternatif dan memilih tindakan.
5.
Jaminan bahwa
keputusan diterima semua anggota.
D. Teori Pengambilan Keputusan
- Teori Rasional Komprehensif
Teori
pengambilan keputusan yang paling dikenal dan mungkin pula yang banyak diterima
oleh kalangan luas ialah teori rasional komprehensif. Unsur-unsur utama dari
teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
- Pembuat keputusan dihadapkan pada suatu masalah tertentu
yang dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau setidaknya dinilai
sebagai masalah-masalah yang dapat diperbandingkan satu sama lain.
- Tujuan-tujuan, nilai-nilai, atau sasaran yang
mempedomani pembuat keputusan amat jelas dan dapat ditetapkan rangkingnya
sesuai dengan urutan kePentingannya
- Berbagai altenatif untuk memecahkan masalah tersebut
diteliti secara saksama.
- Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang ditmbulkan oleh
setiap altenatif Yang diPilih diteliti.
- Setiap alternatif dan masing-masing akibat yang
menyertainya,
dapat diperbandingkan dengan alternatif-altenatif lainnya.
- Pembuat keputusan akan memilih alternatif’ dan
akibat-akibatnya’ yang dapat memaksimasi tercapainya tujuan, nilai atau
Sasaran yang telah digariskan.
Teori
rasional komprehensif banyak mendapatkan kritik dan kritik yang paling tajam
berasal dari seorang ahli Ekonomi dan Matematika Charles Lindblom (1965 , 1964′
1959)’ Lindblom secara tegas menyatakan bahwa para pembuat keputusan itu
sebenarya tidaklah berhadapan dengan masalah-masalah yang konkrit dan
terumuskan dengan jelas.
Lebih
lanjut, pembuat keputusan kemungkinan juga sulit untuk memilah-milah secara
tegas antara nilai-nilainya sendiri dengan nilai-nilai yang diyakini
masyarakat. Asumsi penganjur model rasionar bahwa antara fakta-fakta dan
nilai-nilai dapat dengan mudah dibedakan, bahkan dipisahkan, tidak pemah
terbukti dalam kenyataan sehari-hari. Akhirnya, masih ada masalah’ yang disebut
,,sunk_cost,,. Keputusan_-keputusan, kesepakatan-kesepakatan dan investasi terdahulu
dalam kebijaksanaan dan program-program yang ada sekarang kemungkinan akan
mencegah pembuat keputusan untuk membuat keputusan yang berbeda sama sekali
dari yang sudah ada.
Untuk
konteks negara-negara sedang berkembang, menurut R’s. Milne (1972), model
irasionar komprehensif ini jelas tidak akan muduh diterapkan. Sebabnya ialah:
informasi/data statistik tidak memadai ; tidak memadainya perangkat teori yang
siap pakai untuk kondisi- kondisi negara sedang berkembang ; ekologi budaya di
mana sistem pembuatan keputusan itu beroperasi juga tidak mendukung birokrasi
di negara sedang-berkembang umumnya dikenal amat lemah dan tidak sanggup
memasok unsur-unsur rasionar dalam pengambilan keputusan.
2.
Teori
Inkremental
Teori
inkremental dalam pengambilan keputusan mencerminkan suatu teori pengambilan
keputusan yang menghindari banyak masalah yang harus dipertimbangkan (seperti
daram teori rasional komprehensif) dan, pada saat yang sama, merupakan teori
yang lebih banyak menggambarkan cara yang ditempuh oleh pejabat-pejabat
pemerintah dalam mengambil kepurusan sehari-hari.
Pokok-pokok teori inkremental ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
- Pemilihan tujuan atau sasaran dan analisis tindakan
empiris yang diperlukan untuk mencapainya dipandang sebagai sesuatu hal
yang saling terkait daripada sebagai sesuatu hal yang saling terpisah.
- Pembuat keputusan dianggap hanya mempertimbangkan
beberapa altematif yang langsung berhubungan dengan pokok masalah dan
altematif-alternatif ini hanya dipandang berbeda secara inkremental atau
marginal bila dibandingkan dengan kebijaksanaan yang ada sekarang.
- Bagi tiap altematif hanya sejumlah kecil akibat-akibat
yang mendasar saja yang akan dievaluasi.
- Masalah yang dihadapi oleh pembuat keputusan akan
didedifinisikan secara terarur. Pandangan inkrementalisme memberikan
kemungkin untuk mempertimbangkan dan menyesuaikan tujuan dan sarana serta
sarana dan tujuan sehingga menjadikan dampak dari masalah itu lebih dapat
ditanggulangi.
- Bahwa tidak ada keputusan atau cara pemecahan
yang tepat bagi tiap masalah. Batu uji bagi keputusan yang baik terletak
pada keyakinan bahwa berbagai analisis pada akhirnya akan sepakat pada
keputusan tertentu meskipun tanpa menyepakati bahwa keputusan itu adalah
yang paling tepat sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
- Pembuatan keputusan yang inkremental pada
hakikatnya bersifat perbaikan-perbaikan kecil dan hal ini lebih diarahkan
untuk memperbaiki ketidaksempunaan dari upaya-upaya konkrit dalam
mengatasi masalahsosial yang ada sekarang daripada sebagai upaya untuk
menyodorkan tujuan-tujuan sosial yang sama sekali baru di masa yang akan
datang.
Keputusan-keputusan
dan kebijaksanaan-kebijaksanaan pada hakikatnya merupakan produk dari saling
memberi dan menerima dan saling percaya di antara pelbagai pihak yang terlibat
dalam proses keputusan tersebut. Dalam masyarakat yang strukturnya majemuk
paham lnkremental ini secara politis lebih aman karena akan lebih gampang untuk
mencapai kesepakatan apabila masalah-masalah yang diperdebatkan oleh berbagai
kelompok yang terlibat hanyalah bersifat upaya untuk memodifikasi terhadap
program-program yang sudah ada daripada jika hal tersebut menyangkut isu-isu
kebijaksanaan mengenai perubahan-perubahan yang radikal yang memiliki sifat ”
ambil semua atau tidak sama sekali.
Karena para
pembuat keputusan itu berada dalam keadaan yang serba tidak pasti khususnya
yang menyangkut akibat-akibat dari tindakan-tindakan mereka di masa datang,
maka keputusan yang bersifat inkremental ini akan dapat mengurangi resiko dan
biaya yang ditimbulkan oleh suasana ketidakpastian itu Paham inkremental ini
juga cukup rcalistis karena ia menyadari bahwa para pembuat keputusan sebenamya
kurang waktu, kurang pengalaman dan kurang sumber-sumber lain yang diperlukan untuk
melakukan analisis yang komprehensif terhadap semua altematif untuk memecahkan
masalah-masalah yang ada
3.
Teori
Pengamatan Terpadu (Mixed Scanning Theory)
Penganjur
teori ini adalah ahli sosiologi organisasi Amitai Etzioni. Etzioni setuju
terhadap kritik-kritik para teoritisi inkremental yang diarahkan pada teori
rasional komprehensif, akan tetapi ia juga menunjukkan adanya beberapa
kelemahan yang terdapat pada teori inkremental. Misalnya, keputusan-keputusan
yang dibuat oleh pembuat keputusan penganut model inkremental akan lebih
mewakili atau mencerminkan kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok yang
kuat dan mapan serta kelompok-kelompok yang mampu mengorganisasikan
kepentingannya dalam masyarakat, sementara itu kepentingan-kepentingan dari kelompok-kelompok
yang lemah dan yang secara politis tidak mampu mengorganisasikan kepentingannya
praktis akan terabaikan.
Lebih
lanjut dengan memusatkan perhatiannya pada kepentingan/tujuan jangka pendek dan
hanya berusaha untuk memperhatikan variasi yang terbatas dalam
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang ada sekarang, maka model inkremental cenderung
mengabaikan peluang bagi perlunya pembaruan sosial (social inovation) yang
mendasar.
Oleh karena
itu, menurut Yehezkel Dror (1968) gaya inkremental dalam pembuatan keputusan
cenderung menghasilkan kelambanan dan terpeliharanya status quo, sehingga
merintangi upaya menyempurnakan proses pembuatan keputusan itu sendiri. Bagi
sarjana seperti Dror– yang pada dasamya merupakan salah seorang penganjur teori
rasional yang terkemuka — model inkremental ini justru dianggapnya merupakan
strategi yang tidak cocok untuk diterapkan di negara-negara sedang berkembang,
sebab di negara-negara ini perubahan yang kecil-kecilan (inkremental) tidaklah
memadai guna tercapainya hasil berupa perbaikan-perbaikan besar-besaran.
Model
pengamatan terpadu juga memperhitungkan tingkat kemampuan para pembuat
keputusan yang berbeda-beda. Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin besar
kemampuan para pembuat keputusan untuk memobilisasikan kekuasaannya guna
mengimplementasikan keputusan-keputusan mereka, semakin besar keperluannya
untuk melakukan scanning dan semakin menyeluruh scanning itu, semakin efektif
pengambilan keputusan ‘tersebul Dengan demikian, moder pengamatan terpadu ini
pada hakikatnya merupakan pendekatan kompromi yang menggabungkan pemanfaatan
model rasional komprehensif dan moder inkremental dalam proses pengambilan
keputusan.
E. Jenis-Jenis
Keputusan Organisasi
- Pengambilan
Keputusan Berdasarkan Intuisi
Keputusan yang diambil berdasarkan
intuisi atau perasaan lebih bersifat subjektif yaitu mudah terkena sugesti,
pengaruh luar, dan faktor kejiwaan lain. Pengambilan keputusan yang berdasarkan
intuisi membutuhkan waktu yang singkat Untuk masalah-masalah yang dampaknya
terbatas, pada umumnya pengambilan keputusan yang bersifat intuitif akan
memberikan kepuasan. Akan tetapi, pengambilan keputusan ini sulit diukur
kebenarannya karena kesulitan mencari pembandingnya dengan kata lain hal ini
diakibatkan pengambilan keputusan intuitif hanya diambil oleh satu pihak saja
sehingga hal-hal yang lain sering diabaikan.
- Pengambilan
Keputusan Rasional
Keputusan yang bersifat
rasional berkaitan dengan daya guna. Masalah – masalah yang dihadapi
merupakan masalah yang memerlukan pemecahan rasional. Keputusan yang dibuat
berdasarkan pertimbangan rasional lebih bersifat objektif. Dalam masyarakat,
keputusan yang rasional dapat diukur apabila kepuasan optimal masyarakat dapat
terlaksana dalam batas-batas nilai masyarakat yang di akui saat itu.
- Pengambilan
Keputusan Berdasarkan Fakta
Ada yang berpendapat bahwa
sebaiknya pengambilan keputusan didukung oleh sejumlah fakta yang memadai.
Sebenarnya istilah fakta perlu dikaitkan dengan istilah data dan informasi.
Kumpulan fakta yang telah dikelompokkan secara sistematis dinamakan data.
Sedangkan informasi adalah hasil pengolahan dari data. Dengan demikinan, data
harus diolah lebih dulu menjadi informasi yang kemudian dijadikan dasar
pengambilan keputusan. Keputusan yang berdasarkan sejumlah fakta, data
atau informasi yang cukup itu memang merupakan keputusan yang baik dan solid,
namun untuk mendapatkan informasi yang cukup itu sangat sulit.
- Pengambilan
Keputusan Berdasarkan Pengalaman
Sering kali terjadi bahwa sebelum
mengambil keputusan, pimpinan mengingat-ingat apakah kasus seperti ini
sebelumnya pernah terjadi. Pengingatan semacam itu biasanya ditelusuri melalui
arsip-arsip penhambilan keputusan yang berupa dokumentasi pengalaman-pengalaman
masa lampau. Jika ternyata permasalahan tersebut pernah terjadi sebelumnya,
maka pimpinan tinggal melihat apakah permasalahan tersebut sama atau tidak
dengan situasi dan kondisi saat ini. Jika masih sama kemudian dapat menerapkan
cara yang sebelumnya itu untuk mengatasi masalah yang timbul. Dalam hal tersebut,
pengalaman memang dapat dijadikan pedoman dalam menyelesaikan masalah.
Keputusan yang berdasarkan pengalaman sangat bermanfaat bagi pengetahuan
praktis. Pengalaman dan kemampuan untuk memperkirakan apa yang menjadi latar
belakang masalah dan bagaimana arah penyelesaiannya sangat membantu dalam
memudahkan pemecaha masalah.
- Pengambilan
Keputusan Berdasarkan Wewenang
Banyak sekali keputusan yang
diambil karena wewenang (authority) yang dimiliki. Setiap orang yang
menjadi pimpinan organisasi mempunyai tugas dan wewenang untuk mengambil
keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi
yang efektif dan efisien. Keputusan yang berdasarkan pada wewenang semata akan
menimbulkan sifat rutin dan mengasosiasikan dengan praktik dictatorial.
Keputusan berdasarkan wewenang kadangkala oleh pembuat keputusan sering
melewati permasahan yang seharusnya dipecahkan justru menjadi kabur atau kurang
jelas.
F.
Kriteria
pengambilan Keputusan
Menurut konsepsi Anderson, nilai-nilai yang kemungkinan
menjadi pedoman perilaku para pembuat keputusan itu dapat dikelompokkan menjadi
4 (empat) kategori, yaitu:
- Nilai-nilai Politik
Pembuat keputusan mungkin melakukan penilaian atas altematif
kebijaksanaan yang dipilihnya dari sudut pentingnya altematif-altematil itu
bagi partai politiknya atau bagi kelompok-kelompok klien dari badan atau
organisasi yang dipimpinnya. Keputusan-keputusan yang lahir dari tangan para
pembuat keputusan seperti ini bukan mustahil dibuat demi keuntungan politik’
dan kebijaksanaan dengan demikian akan dilihat sebagai instrumen untuk
memperluas pengaruh-pengaruh politik atau untuk mencapai tujuan dan kepentingan
dari partai politik atau tujuan dari kelompok kepentingan yang bersangkutan.
2.
Nilai-nilai
organisasi
Para pembuat kepurusan, khususnya birokrat (sipil atau
militer), mungkin dalam mengambil keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai
organisasi di mana ia terlibat di dalamnya’ Organisasi, semisal badan-badan
administrasi, menggunakan berbagai bentuk ganjaran dan sanksi dalam usahanya
untuk memaksa para anggotanya menerima, dan bertindak sejalan dengan
nilai-nilai yang telah digariskan oleh organisasi. Sepanjang nilai-nilai
semacam itu ada, orang-orang yang bertindak selaku pengambil keputusan dalam
organisasi itu kemungkinan akan dipedomani oleh pertimbangan-pertimbangan
semacam itu sebagai perwujudan dari hasrat untuk melihat organisasinya tetap
lestari, unuk tetap maju atau untuk memperlancar program-program dan
kegiatan-kegiatannya atau atau untuk mempertahankan kekuasaan dan hak-hak
istimewa yang selama ini dinikmati.
3.
Nilai-nitai
Pribadi
Hasrat untuk melindungi atau memenuhi kesejateraan atau
kebutuhan fisik atau kebutuhan finansial’ reputasi diri, atau posisi historis
kemungkinan juga digunakan- oleh para pembuat teputusan sebagai kriteria dalam
pengambilan keputusan.
Para politisi yang menerima uang sogok untuk membuat kepurusan tertentu yang
menguntungkan si pemberi uang sogok, misalnya sebagai hadiah pemberian
perizinan atau penandatanganan kontrak pembangunan proyek tertentu, jelas
mempunyai kepentingan pribadi dalam benaknya. Seorang presiden yang mengatakan
di depan para wartawan bahwa ia akan menggebut siapa saja yang bertindak
inkonstirusional, jelas juga dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan
pribadinya’misalnya agar ia mendapat tempat terhormat dalam sejarah bangsa
sebagai seseorang yang konsisten dan nasionalis.
4.
Nilai-nilai
Kebijaksanaan
Dari perbincangan di atas, satu hal hendaklah dicamkan,
yakni janganlah kita mempunyai anggapan yang sinis dan kemudian menarik
kesimpulan bahwa para pengambil keputusan politik inr semata-mata hanyalah
dipengaruhi oleh pertimbangan-penimbangan demi keuntungan politik, organisasi
atau pribadi. Sebab, para pembuat keputusan mungkin pula bertindak berdasarkan
atas penepsi mereka terhadap kepentingan umum atau keyakinan tertentu mengenai
kebijaksanaan negara apa yang sekiranya secara moral tepat dan benar. Seorang
wakil rakyat yang mempejuangkan undang-undang hak kebebasan sipil mungkin akan
bertindak sejalan dengan itu karena ia yakin bahwa tindakan itulah yang secara
moral benar, dan bahwa persamaan hak-hak sipil itu memang merupakan tujuan
kebijaksanaan negara yang diinginkan, tanpa mempedulikan bahwa perjuangan itu
mungkin akan menyebabkannya mengalami resiko-resiko politik yang fatal.
5.
Nilai-nilai
Ideologis
Ideologi pada hakikatnya merupakan serangkaian nilai-nilai
dan keyakinan yang secara logis saling berkaitan yang mencerminkan gambaran
sederhana mengenai dunia serta berfungsi sebagai pedoman benindak bagi
masyarakat yang meyakininya. Di berbagai negara sedang berkembang di kawasan
Asia, Afrika dan Timur Tengah nasionalisme yang mencerminkan hasrat dari
orang-orang atau bangsa yang bersangkutan untuk merdeka dan menentukan nasibnya
sendiri — telah memberikan peran penting dalam mewamai kebijaksanaan luar
negeri maupun dalam negeri mereka. Pada masa gerakan nasional menuju
kemerdekaan, nasionalisme telah berfungsi sebagai minyak bakar yang mengobarkan
semangat perjuangan bangsa-bangsa di negara-negara sedang berkembang melawan kekuatan
kolonial.
Di Indonesia, ideologi Pancasila setidaknya bila dilihat
dari sudut perilaku politik regim, telah berfungsi sebagai resep untuk
melaksanakan perubahan sosial dan ekonomi. Bahkan ideologi ini kerapkali juga
dipergunakan sebagai instrumen pengukur legitimasi bagi partisipasi politik
atau partisipasi dalam kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh
kelompok-kelompok dalam masyarakat (Abdul Wahab, Solichin, 1987).
G.
Fungsi Dan
Tujuan Pengambilan Keputusan
- Fungsi Pengambilan Keputusan
1.
Pangkal permulaan dari semua
aktifitas manusia yang sadar dan terarah.
2.
Sesuatu yang bersifat futuristic,
artinya bersangkut paut dengan hari depan masa yang akan dating dimana
efeknya/pengaruhnya berlangsung cukup lama
b.
Tujuan Pengambilan Keputusan
1.
Tujuan yang bersifat tunggal terjadi
apabila keputusan yang dihasilkan hanya menyangkut satu masalah, artinya bahwa
sekali diputuskan, tidak ada kaitannya dengan masalah lain.
2.
Tujuan yang bersifat ganda terjadi
apabila keputusan yang dihasilkan menyangkut lebih dari lebih dari satu
masalah, artinya keputusan yang diambil itu sekaligus memecahkan dua (atau
lebih) masalah yang bersifat kontradiktif atau yang bersifat tidak
kontradiktif.
H.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi pengambilan keputusan
- POSISI/KEDUDUKAN
Dalam kerangka pengambilan keputusan, posisi/kedudukan
seseorang dapat dilihat dalam hal berikut:
·
Letak
posisi
Dalam hal ini apakah is sebagai pembuat keputusan (decision
maker),penentu keputusan (decision taker) ataukah
staf (staffer).
·
Tingkatan
posisi
Dalam hal ini apakah sebagai strategi,
policy, peraturan, organisasional, operasional, teknis.
- MASALAH
Masalah atau problem adalah apa yang menjadi peng-halang
untuk tercapainya tujuan, yang merupakan penyimpangan daripada apa yang
diharapkan, direncanakan atau dikehendaki dan harus diselesaikan.
- SITUASI
Situasi adalah keseluruhan faktor-faktor dalam keadaan,
yang berkaitan satu sama lain, dan yang secara bersama-sama memancarkan
pengaruh terhadap kita beserta apa yang hendak kita perbuat. Faktor-faktor
itu dapat dibedakan atas dua, yaitu sebagai berikut:
·
Faktor-faktor yang konstan (C), yaitu faktor-faktor yang sifatnya
tidak berubah-ubah atau tetap keadaanya.
·
Faktor-faktor yang tidak konstan, atau variabel (V), yaitu
faktor-faktor yang sifatnya selalu berubah-ubah, tidak tetap keadaannya.
- KONDISI
Kondisi adalah keseluruhan dari faktor-faktor yang
secara bersama-sama menentukan daya gerak, daya ber-buat atau kemampuan kita.
Sebagian besar faktor-faktor tersebut merupakan sumber daya-sumber daya.
5. TUJUAN
Tujuan yang hendak dicapai, baik tujuan perorangan,
tujuan unit (kesatuan) tujuan organisasi, maupun tujuan usaha, pada umumnya
telah tertentu atau telah ditentukan. Tujuan yang ditentukan dalam pengambilan
keputusan merupakan tujuan antara atau objective.
- Model
Pengambilan Keputusan
- Model Pengambilan Keputusan dalam Keadaan Kepastian
(Certainty). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan)
hanya mempunyai satu hasil (pay off tunggal). Model ini disebut juga
Model Kepastian/ Deterministik.
- Model Pengambilan Keputusan dalam kondisi Berisiko
(Risk). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan)
mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil
probabilitasnya dapat diperhitungakan atau dapat diketahui. Model Keputusan
dengan Risiko ini disebut juga Model Stokastik.
- Model Pengambilan Keputusan dengan Ketidakpastian
(Uncertainty). Menggambarkan bahwa setiap rangkaian keputusan (kegiatan)
mempunyai sejumlah kemungkinan hasil dan masing-masing kemungkinan hasil
probabilitasnya tidak dapat diketahui/ditentukan. Model Keputusan dengan
kondisi seperti ini adalah situasi yang paling sulit untuk pengambilan
keputusan. (Kondisi yang penuh ketidakpastian ini relevan dengan apa yang
dipelajari dalam Game Theory)
Kesimpulan
Keputusan
itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan, dan tidak boleh sembarangan.
Harus diketahui telebih dahulu masalahnya dan dirumuskan dengan jelas,
sedangkan pemecahannya harus didasarkan pemilihan alternatif terbaik dari
alternatif yang ada. Proses pengambilan keputusan hendaknya di awali dengan
jenis keputusan yang akan diambil, setelah kita mengetahui jenisnya barulah
kita tentukan langkah pengambilan keputusan yang meliputi proses identifikasi,
penetapan parameter, alternatif, kriteria serta mengevaluasi hasilnya atau
disebut tahap implementasi. Sehingga pada akhirnya terciptalah sebuah keputusan
yang adil dan menguntungkan kedua belah pihak. Jika manajemen organisasi
seperti itu seharusnya tidak ada lagi penyelewengan kekuasaan dalam pengambilan
keputusan.
DAFTAR
PUSTAKA